Kamis, 15 April 2010

Budaya pengkultusan kuburan

Oleh: al-Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A. Hafizhahullah

Segala puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sholawat dan salam buat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah memperjelas tauhid dengan segala sendi dan cabang-cabangnya serta pembatalnya.

Pada kesempatan kali ini kita ingin membahas tentang penyebab dominan timbulnya kesyirikan di tengah-tengah umat manusia. Di antaranya yaitu pengkultusan terhadap kuburan nenek moyang dan orang sholih dan yang di anggap sholih. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika menafsirkan firman Allah azza wa jalla:

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka (-kaum nabi Nuh ‘alayhish shålatu was salaam-) berkata: ‘Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yoghuts, Ya’uq dan Nasr’.”

[QS.Nuh/71:23]

“Ini adalah nama orang-orang sholih dari kaum nabi Nuh ‘alaihis salam. Tatkala mereka meninggal, setan mewahyukan kepada kaum mereka untuk membuat patung di tempat-tempat duduk mereka. Lalu mereka menamai patung-patung tersebut sesuai dengan nama-nama mereka. Pada awalnya patung-patung itu masih belum disembah, sampai ketika mereka (orang-orang yang membuatnya) meninggal dan disertai dengan terhapusnya ilmu, lalu kaum yang datang kemudian menyembahnya.”

[Atsar Riwayat Bukhåriy]1

Sebab-sebab dikultuskannya kuburan

Diantara sebab yang membawa kaum yang kita sebutkan di atas kepada pengkultusan kuburan:

1. Meninggikan kuburan lebih dari satu jengkal

Sebagian kaum muslimin meninggikan kubur melebihi dair hal yang dibolehkan agama. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka belum memahami tuntunan agama atau karena ada unsur lain seperti ingin menunjukkan bahwa orang tersebut seorang yang mulia.

Dari Abu Hayyaaj al-Asady, ia berkata:

Berkata kepadaku Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu:

‘Maukah engkau aku utus untuk melakukan sesuatu yang aku juga diutus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk melakukannya? Jangan engkau tinggalkan sebuah patung melainkan engkau hancurkan. Dan tidak pula kuburan yang ditinggikan kecuali engkau datarkan’

[HR.Muslim]

Dari Tsumamah bin Syufai, ia berkata:

Aku pernah bersama Fudholah bin Ubaid di negeri Romawi ‘Barudis’. Lalu meninggal salah seorang teman kami. Maka Fudholah menyuruh untuk mendatarkan kuburannya.

Kemudian ia (Fudhålah) berkata:

‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mendatarkannya’.

[HR.Muslim]

2. Menembok dan mencat kuburan

Di antara kebiasan buruk yang bisa membawa kepada sikap pengkultusan kuburan adalah menembok dan mencat kuburan. Di samping hal tersebut diharamkan dalam agama, termasuk pula membuang harta kepada sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Dan yang lebih ditakutkan adalah akan terfitnahnya orang awam dengan kuburan tersebut. Sehingga mereka menganggap kuburan tersebut memiliki berkah dan sakti.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dengan tegas menembok dan mencat kuburan dalam sabda beliau yang diriwayatkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mencat kubur, duduk diatasnya dan membangun di atasnnya.”

[HR.Muslim]

Yang dimaksud dengan membangun dalam hadits tersebut adalah umum, sekalipun hanya berbentuk tembok saja. Apalagi membuatkan rumah untuk kuburan dengan biaya banyak sebagaimana telah dilakukan sebagian orang-orang yang jahil.

Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullah:

“Aku melihat para ulama di Makkah menyuruh menghancurkan apa yang dibangun tersebut.”2

Al-Manawy berkata:

“Kebanyakan ulama Syafi’iyyah berfatwa tentang wajibnya menghancurkan3 segala bangunan di Qorofah (tanah pekuburan) sekali pun kubah Imam kita sendiri Syafi’i yang dibangun oleh sebagian penguasa.”4

3. Membangun rumah untuk kuburan.

Sebagian orang ada pula yang mambangunkan rumah untuk kuburan. Bahkan kadang kala biayanya cukup besar. Ini adalah salah satu bentuk penyia-nyiaan dalam penggunaan harta. Mungkin orang yang melakukan hal tersebut berasumsi bahwa si mayat mendapat naungan dan nyaman dalam kuburnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan kenyamanan dalam kubur kecuali amalan sendiri, walau seindah apa pun kuburan seseorang tersebut.

Ibnu Umar melihat sebuah tenda di atas kubur Abdurrahman. Maka ia berkata:

‘Bukalah tenda tersebut wahai Ghulam (anak muda), maka sesungguhnya yang melindunginya hanyalah amalannya’.”5

4. Duduk dan makan di kuburan.

Bentuk lain yang merupakan jalan membawa kepada pengkultusan kuburan adalah kebiasaan sebagian orang mendatangi kuburan pada momen-momen tertentu. Seperti mau masuk bulan suci Ramadhan, Lebaran atau masa setelah panen. Mereka berbondong-bondong ke kuburan dengan membawa tikar dan makanan. Lalu sesampai di kuburan membentangkan tikar dan duduk bersama-sama. Dilanjutkan dengan rangkaian acara tahlilan dan do’a setelah itu ditutup acara makan bersama. Jika hal tersebut kita timbang dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka sungguh sangat bertolak belakang sama sekali.

Jangankan untuk tahlilan dan makan bersama, duduk saja tidak diperbolehkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini (yang artinya):

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

‘Sungguh salah seorang kalian duduk di atas bara api lalu membakar baju sehingga tembus ke kulitnya lebih baik daripada ia duduk di atas kuburan’.

[HR.Muslim]

Kiranya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas amat jelas bagi orang yang hatinya mau menerima nasihat. Adapun orang yang mata hatinya sudah tertutup oleh Allah azza wa jalla dari menerima petunjuk, niscaya ia akan berupaya mencari-cari alasan untuk menolaknya.

5. Membaca al-Qur’an di kuburan

Sebagian orang ada yang berpandangan adanya keutamaan membaca al Qur’an ketika berziarah kubur seperti membaca Qs.al-Fatihah (1), QS.al-Ikhlas (114) atau QS.Yaasiin (36), dan yang lain-lain. Bahkan ada yang menyewa orang lain khusus untuk membaca dan mengkhatamkan al Qur’an di kuburan keluarganya pada hari-hari tertentu. Hal tersebut tidak pernah dianjurkan dalam agama ini.

Yang dianjurkan ketika berziarah kubur hanyalah membaca do’a ziarah kubur. Berbeda dengan orang yang suka melakukan hal-hal yang baik menurut pikiran dan perkiraan mereka semata. Tetapi tidak baik menurut Allah azza wa jalla karena hal tersebut merupakan perkara ibadah yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam agama. Kalau seandainya hal tersebut baik, pastilah Allah azza wa jalla memerintahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat untuk melakukannya. Apakah kita lebih tahu dari Allah azza wa jalla tentang hal yang baik?!

قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ

“Katakanlah apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah.”

[QS.al Baqarah/2:140]

Adapun hadits-hadits yang dijadikan pegangan oleh sebagian orang dalam hal ini seperti hadits:

“Barangsiapa yang mendatangi kuburan lalu membaca surat Yasin, niscaya Allah akan meringankan adzab terhadap mereka pada waktu dan akan menjadikan dengan bilangan hurufnya kebaikan.”6

Ketahuilah bahwa ini adalah hadits Maudhu’ (palsu).

Demikian pula hadits:

“Barangsiapa yang melewati kuburan maka ia membaca surat al Ikhlas sebelas kali…”7

6. Shalat dan berdo’a di kuburannya

Keyakinan lainnya yang amat aneh adalah pendapat yang mengatakan bahwa shalat dan berdo’a dikuburan jauh lebih baik daripada di masjid, bahkan berasumsi lebih cepat dikabulkan. Yang lebih celaka lagi adalah meminta kepada si penghuni kubur. Ini sudah merupakan kesyirikan yang serupa dan telah diperbuat oleh umat jahiliyyah dahulu.

Jangankan untuk shalat di kuburan, shalat mengarah ke kuburan saja sudahharam hukumnya. Maksudnya, syari’at Islam tidak membolehkan sholat di tempat yang pada arah kiblatnya terdapat kuburan, lebih-lebih shalat di tempat yang sekelilingnya kuburan. Di antara perbuatan dalam shalat adalah duduk, maka duduk pun dilarang di kuburan. Maksudnya di tempat tanah pekuburan, meskipun tidak persis di atas kuburan. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya):

“Dari Abu Martsid al-Ghanawy radhiyallahu ‘anhu berkata:

Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

‘Janganlah kamu duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadapnya’.

[HR.Muslim]

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:

“Setan memiliki cara yang amat halus dalam menyesatkan manusia. Pertama ia mengajak untuk berdoa di kuburan. Maka orang tersebut berdoa dengan khusyuk dan tunduk sepenuh hati serta merasa lemah tidak berdaya. Maka Allah mengabulkan permintaannya lantaran apa yang terdapat dalam hatinya bukan karena kuburan. Seandainya dia berdoa seperti itu ditempat-tempat yang kotor sekalipun tentu Allah akan mengabulkan doanya. Lalu orang bodoh mengira bahwa itu adalah karena kuburan.

Ketahuilah Allah azza wa jalla mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan sekalipun orang kafir. Dan bukanlah setiap orang yang dikabulkan doanya berarti ia diridhoi dan dicintai Allah azza wa jalla atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah azza wa jalla mengabulkan doa orang yang baik dan orang yang berdosa, orang mukmin dan orang kafir. Sebagian manusia berdoa dengan hal yang melampaui batas dan sesuatu yang dilarang, namun hal tersebut terkabul, maka ia mengira bahwa perbuatannya tersebut baik. 8

Tatkala setan berhasil mempengaruhi manusia dengan berasumsi bahwa berdoa di kuburan lebih baik daripada berdoa di kuburan di masjid dan dirumahnya. Setan memindahkannya kepada tingkat yang berikutnya yaitu bertawassul dengan orang mati, hal ini lebih berbahaya daripada hal yang sebelumnya.9

Tatkala setan berhasil pula mempengaruhi manusia bahwa bertawassul dengan orang mati lebih cepat terkabulkan permintaannya.

Setelah itu, setan memindahkannya pada tingkat berikutnya, yaitu meminta kepada orang mati itu sendiri.

Kemudian menjadikan kuburannya sebagai sesembahan dan tempat yang meminta. Lalu dinyalakan lampu disekelilingnya dan diberi kelambu, kemudian dilanjutkan membangun masjid diatasnya. Lalu sholawat, thowaf, menciumnya serta berhaji dan menyembelih hewan di sisinya.

Kemudian berlanjut lagi pada tingkat berikutnya yaitu dengan mengajak manusia untuk menyembahnya dan menjadikan sebagai tempat perayaan dan manasik. Mereka meyakini bahwa hal itu lebih bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka.”10

7. Membangun masjid dekat kuburan atau mengubur mayat di pekarangan masjid

Sebagian orang telah terjerumus ke dalam kebiasaan Ahli Kitab, mereka membangun masjid dekat kuburan orang-orang yang mereka anggap sholih. Atau menguburkannya di pekarangan masjid. Padahal larangan terhadap perkara tersebut dengan tegas telah dijelaskan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya):

Dari Jundub ia berkata:

Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lima hari sebelum beliau wafat:

‘Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai masjid. Ketahuilah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu’.

[HR.Muslim]

Dalam sabda beliau yang lain (yang artinya):

Dari Aisyah bahwa Ummu Salamah menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah gereja yang ia lihat di negeri Habasyah, yang diberi nama gereja Maria. Ia menceritakan bahwa ia melihat lukisan di dalamnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‘Mereka adalah kaum yang bila meninggal seorang yang sholih di kalangan mereka, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat lukisan-lukisan tersebut di dalamnya. Mereka adalah makhluk yang paling jelek di sisi Allah’.”

[HR.Bukhari dan Muslim]

Dari kedua hadits diatas sangat jelas menegaskan tentang haramnya membangun masjid di atas tanah pekuburan. Barangsiapa melakukannya maka ia telah melanggar larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Jundub radhiyallahu ‘anhu.

Orang yang melakukannya adalah makhluk yang paling jelek disisi Allah azza wa jalla sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang membangun masjid di atas tanah kuburan. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu saat detik-detik terakhir dari kehidupan beliau (yang artinya):

Dari Aisyah dan Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum, keduanya berkata:

‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin merasakan sakit, beliau menutup mukanya dengan bajunya. Apabila sakitnya agak berkurang beliau membuka mukanya. Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda:

‘Laknat Allah lah di atas orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’.

[HR.Bukhari dan Muslim]

Hadits ini menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan terhadap apa yang mereka perbuat. Di antara hikmahnya kenapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan hal tersebut saat beliau akan wafat ialah agar umat ini jangan meniru apa yang dilakukan orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Kuburan para nabi saja tidak boleh dijadikan masjid, apalagi kuburan selainnya!!

Dalam riwayat lain Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan (yang artinya):

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam waktu sakit yang beliau yang wafat padanya:

‘Allah melaknat orang Yahudi dan Nasrani karena menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid. Berkata Aisyah radhiyallahu ‘anha, kalau bukan karena itu tentulah mereka (para sahabat) menjadikan di tempat kuburannya, melainkan aku takut akan dijadikan masjid’.

[HR.Bukhari]

Hadits ini adalah diantara hadits-hadits yang terakhir yang diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hidup beliau. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang suka berkelit bahwa hadits tersebut mansukh. Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan di antara hikmah dikuburnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam rumah beliau yaitu agar orang tidak mengkultuskan kuburan beliau.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan kuburannya dan kuburannya lainnya sebagai masjid karena khawatir timbulnya fitnah. Karena hal tersebut bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana telah terjadi pada kebanyakan umat-umat yang lalu’.”11

8. Bertawasul dan beristighotsah dengan orang yang sudah mati

Ketika sebagian kaum muslimin tidak mengindahkan berbagai nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah dijelaskan di atas, lalu setan menjerumuskan mereka kepada hal-hal yang membawa kepada kesyirikan. Sehingga sebagian orang yang telah memaknai lain terhadap kuburan. Mereka menjadikan kuburan sebagai mediator untuk berdoa, mereka bertawassul dan beristighotsah dengan orang mati.

Pada hakikatnya bertawassul itu terbagi kepada beberapa bentuk. Ada yang diperbolehkan dan ada pula yang terlarang.

Yang dibolehkan adalah

- bertawassul dengan nama dan sifat-sifat Allah azza wa jalla,
- bertawassul dengan amal sholih
- dan bertawassul dengan doa orang yang sholih yang hidup lagi hadir.

Yang terlarang adalah

- bertawassul dengan dzat dan Jaah (kedudukan) orang sholih,
- bertawassul dengan orang sholih yang hidup tetapi tidak hadir
- dan bertawassul dengan orang yang sudah mati.

Sebagian orang yang memahami dan mengira bahwa kehidupan para Nabi, orang yang mati syahid dan orang-orang sholih di alam Barzakh sama seperti kehidupan mereka di alam dunia. Mereka mengira bahwa Nabi atau orang sholih tersebut dapat mendengar doa mereka. Sehingga ketika mereka ditimpa masalah, mereka mendatangi kuburan para wali dengan maksud agar dibantu mencarikan jalan keluar dari kesulitan yang sedang mereka hadapi. Ada yang meminta jodoh, pekerjaan, dimudakan usahanya, disembuhkan penyakitnya dan seterusnya.

Jangankan setelah kematian para wali tersebut, sewaktu hidupnya saja para wali tersebut tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Jika minta kekayaan kepada mereka, sewaktu hidupnya saja walinya mengumpulkan sedekah dari murid-muridnya. Jika minta disembuhkan dari penyakit, wali itu sendiri tidak mampu menyembuhkan penyakitnya sampai dirinya meninggal.

Kenapa kita tidak secara langsung meminta kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Kaya lagi Maha dekat dan Maha sempurna dalam segala sifat-sifatnya yang mulia. Sedangkan selain Allah azza wa jalla adalah makhluk yang memiliki kekurangan dan kelemahan dalam berbagai segi. Ia tidak dapat mendengar dari jarak jauh, apalagi setelah mati. Jika ia memiliki sesuatu untuk diberikan kepada orang lain, maka sungguh amat terbatas kualitas dan kuantitasnya. Adapun Allah Yang Maha Kaya mampu memberi segala apa yang diminta oleh hamba-Nya dan berapapun jumlahnya.

Kehidupan para Nabi dan Syuhada’ di alam barzakh adalah kehidupan yang amat jauh berbeda dengan kehidupan dunia. Tidak ada yang mengetahui kondisi dan hakikatnya. Maka tidak boleh meng-qiaskan antara kehidupan alam barzakh dengan kehidupan alam dunia ini.

Sebagaimana firman Allah azza wa jalla:

وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan akan tetapi kalian tidak menyadarinya.”

[QS.al-Baqarah/2:154]

Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa kalian tidakah mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya melalui panca indra. Karena hanya Allah azza wa jall yang mengetahui hakikat kehidupan mereka para syuhada’ tersebut.

Tidak pernah kita temukan pada kehidupan para sahabat bahwa mereka bertawassul dan beristighotsah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apalagi dengan para sahabat yang telah meninggal. Sekalipun di antara mereka yang meninggal tersebut ada yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula jika kita melihat doa-doa mustajab yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat beliau radhiyallahu ‘anhuma, tidak ada satupun dijumpai yang berkonteks tawassul dan beristighotsah dengan orang mati.

Jangankan untuk mengetahui kebutuhan orang lain, kelanjutan dari perjalanan hidup mereka sendiri setelah mati dan kapan dibangkitkan saja mereka tidak tahu. Sebagaimana firman Allah azza wa jalla:

وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ . أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ ۖ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Dan orang-orang yang mereka seru selain Allah, tidak menciptakan sesuatu apapun , sedangkan mereka sendiri diciptakan! Orang-orang mati tidak hidup, dan mereka tidak mengetahui bilakah mereka akan dibangkitkan.”

[QS.an-Nahl/16:20-21]

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

“Katakanlah: Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghoib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”

[QS.an-Naml/27:65]

Adapun dalil-dalil yang menyebutkan tentang si mayat dapat mendengar langkah orang yang mengantarkannya ke kubur tidak lah menunjukkan bahwa ia mendengar selama-lamanya. Namun pada hanya saat itu saja dan yang dapat ia dengar hanyalah suara langkah saja tidak semua apa yang ada di atas dunia. Kalau tidak demikian tentu mereka juga tersiksa dengan suara petir, hujan, angin kencang, suara binatang dan serangga yang ada di sekitar kuburnya serta segala hal yang memekakkan di dunia ini.

Wallahu A’lam.

Sumber: Al Qiyamah – Moslem Weblog, yang diketik ulang (dgn segala kekurangannya terutama tidak adanya teks dalam bahasa arab) dari Majalah AL FURQON Edisi Khusus 7 Th.ke-9 1430/2009 hal.42-46

Semoga bermanfaat bagi kami dan kaum muslimin..

Catatan Kaki:

  1. Lihat AR.al-Bukhari: 4/1873 (4636)
  2. Dinukil Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim: 7/27
  3. Tentunya yang menghancurkan disini bukanlah sembarang orang, tapi pemerintah kaum muslimin, yang memiliki kekuasaan untuk melakukannya. Dan hal ini pula yang dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi’iy Råhimahullåh:

    Aku telah menyaksikan pemerintah menghancurkan bangunan yang dibangun di atas kuburan dan perbuatan tersebut tidak dicela para fuqaha ketika itu.

    (Lihat Al-Umm)

  4. Lihat Faidhul Qodir: 6/309
  5. Lihat HR.Bukhari: 1/457
  6. Lihat as Silsilah adh Dho’ifah: 3/397 (1246)
  7. Lihat as Silsilah adh Dho’ifah: 3/452 (1290)
  8. Lihat Ighatsatullahfaan: 1/215
  9. Lihat Ighatsatullahfaan: 1/216
  10. Lihat Ighatsatullahfaan: 1/217
  11. Lihat Syarah an-Nawawi: 5/13

Artikel Terkait:

  1. Kumpulan fatwa ‘ulama ahlus-sunnah tentang kuburan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar