Manaqib Ringkas Para Mursyid: Syekh Abdul Karim Al-Bantani*
Oleh: Triwibs Kanyut ⋅ 22 Agustus 2009 | Email This Post Email This Post ⋅ Print This Post Print This Post ⋅ Komentar
Abdu Al-Karim Banten, Sufi ini adalah mursyid tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, murid dan penerus dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, sang pendiri tarekat tersebut. Beliau juga dikenal sebagai Kyai Agung, yang memberi semangat jihad atau perang suci melawan penjajah Belanda yang memicu pemberontakan petani terkenal pada 1888 di Banten yang melibatkan beberapa murid utama Syekh Abd al-Karim, meski Syekh Abdul Karim sendiri pernah mengatakan bahwa belum saatnya dilakukan pemberontakan melawan penjajah.
Abd al-Karim (Abdul Karim) Banten lahir pada tahun 1840 di Lempuyang, Tanara, Banten. Sejak masih muda beliau sudah pergi menuntut ilmu ke Mekah dan mengabdi serta mendalami tasawuf serta mengikuti tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas sampai akhirnya mendapat ijazah untuk menjadi khalifah Syekh Ahmad Khatib. Tugas pertama yang diembannya adalah melayani guru tarekat di Singapura selama beberapa tahun. Pada 1872 beliau kembali ke kampung halamannya, desa Lempuyang dan menetap di sana sekitar tiga tahun lamanya. Pada 1876 beliau berangkat lagi ke Mekah untuk meneruskan kepemimpinan Syekh Ahmad Khatib Sambas.
Selama di Banten, khotbah dan ajaran-ajaran Syekh Abdul Karim Banten sangat mempengaruhi warga Banten pada zamannya. Beliau menggagas tentang perlunya pemurnian terhadap keyakinan dan praktik religius. Sebagaimana mursyid tarekat lainnya, Syekh Abdul Karim mendukung zikir sebagai metode utama untuk merevitalisasi iman. Kebesaran dan kewibawaannya serta keluasan ilmunya yang dalam itu menyebabkan beliau kerap dikunjungi oleh banyak orang awam, yang sebagian datang untuk ber-tabarruk dan mencari barakah dari kewaliannya. Sebagaimana lazimnya sosok yang dikenal sebagai wali Allah, Syekh Abdul Karim ini juga dianugerahi banyak karamah – misalnya beliau selamat dari gelombang banjir besar dari Sungai Cidurian melalui kekuatan karamahnya, dan ketika ia pernah dijatuhi hukuman, residen dan bupati di sana dicopot dari jabatannya. Besarnya pengaruh Kiai Abdul Karim, juga tampak ketika ia melangsungkan pernikahan putrinya. Seluruh desa Lampuyang, tempat tinggalnya, dihias dengan megah. Kiai-kiai terkemuka — termasuk dari Batavia dan Priangan — datang di pesta yang antara lain dimeriahkan rombongan musik dari Batavia dan berlangsung sepekan itu.
Kurang lebih tiga tahun Kiai Abdul Karim tinggal di Banten. Ditunjang kekayaan yang dimiliknya, ia mengunjungi berbagai daerah di negeri ulama dan jawara itu, sambil menyebarkan ajaran tarekatnya. Selain kalangan rakyat, ia juga berhasil meyakinkan banyak pejabat pamong praja untuk mendukung dakwahnya. Tidak kurang dari Bupati Serang sendiri yang menjadi pendukungnya. Sedangkan tokoh-tokoh terkemuka lainnya, seperti Haji R.A Prawiranegara, pensiunan patih, merupakan sahabat-sahabatnya, dan mereka amat terkesan dengan dakwahnya. Alhasil, Kiai Abdul Karim sangat populer dan sangat dihormati oleh rakyat; sedangkan para pejabat kolonial takut kepadanya. Kediamannya dikunjungi Bupati Serang dan Residen Banten. Dan tentu saja kunjungan kedua petinggi di Banten itu membuat gengsinya semakin naik. Tidak berlebihan jika dikatakan, Kiai Abdul Karim benar-benar orang yang paling dihormati di Banten.
Sebelum kedatangan Kiai Agung dengan tarekat Qadiriyyahnya, para kiai bekerja tanpa ikatan satu sama lainnya. Tiap kiai menyelenggarakan pesantrennnya sendiri dengan caranya sendiri dan bersaing satu sama lainnya. Maka, setelah kedatangan Kiai Abdul Karim, tarekat Qadiriyyah bukan saja semakin mengakar di kalangan rakyat, tapi mampu mempersatukan para kiai di Banten. Penyebaran tarekat ini diperkuat oleh kedatangan Haji Marjuki, murid Haji Abdul Karim yang paling setia, dari Makkah.
Syekh Abd al-Karim adalah syekh terakhir yang secara efektif menjalankan fungsi sebagai pucuk pimpinan seluruh tarekat, paling tidak secara formal pengarahannya masih dipatuhi oleh para koleganya. Walaupun Syekh Abd al-Karim tidak berada di Banten dan tidak terkait apa-apa dengan pemberontakan petani paling terkenal di Jawa pada tahun 1888, namun beberapa muridnya, terutama Haji Marjuki (Marzuqi), salah salah seorang khalifahnya, yang radikal dan anti-Belanda, dicurigai oleh Belanda sebagai tokoh penghasut di balik pemberontakan tersebut.
Beberapa muridnya yang terkenal lainnya diantaranya adalah H. Sangadeli, Kaloran, H. Asnawi Bendung Lampuyang, A. Abu Bakar Pontang, dan H. Tubagus Ismail Gulatjir, yang juga kharismatik dan oleh sebagian besar masyarakat dianggap sebagai wali Allah. Dalam bidang tarekat, meski tidak mengembangkan tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah secara luas, namun Syekh Abdul Karim Banten memiliki beberapa khalifah penting yang mampu menyebarkanluaskan tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah sehingga menjadi tarekat besar di nusantara. Khalifah dan murid Syekh Abdul Karim yang berperan utama dalam penyebaran tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah antara lain: Kyai ASNAWI CARINGIN; Syekh Tolhah Kalisapu Cirebon; Syekh ABDULLAH MUBARROK IBN NUR MUHAMMAD (Abah Sepuh) Godebag , Tasikmalaya, pendiri pesantren Suryalaya, yang kini menjadi salah satu pusat terbesar tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, terutama di bawah kepemimpinan penerusnya, yakni anaknya sendiri, Syekh Ahmad Shahibul Wafa’ Taj Al-Arifin (Abah Anom); Kyai Falak Pagentongan, Bogor; Kyai KHOLIL BANGKALAN; Haji Muhammad Amin Ampenan (kakek dari pemimpin tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Lombok, Tuan Guru Mustafa Faisal); dan Muhammad Sidik Mataram.
_________________________________
* Bagian Kedua dari beberapa tulisan.
** Penulis adalah Ikhwan TQN.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar