Jumat, 31 Juli 2009

MUSA-NABI YANG MEMBEBASKAN KAUM BUDAK

1. Perbudakan dan Kemerdekaan
Perbudakan dan kemerdekaan adalah dua istilah yang berlawanan. Seorang yang merdeka atau sebuah komu¬nitas yang merdeka menikmati kebebasan: seorang yang bebas adalah manusia yang independen. Dia memiliki kehendak dan kekuasaan untuk bertindak, memutuskan, dan bergerak; dia hidup, dia dapat memanfaatkan bakat¬bakat dan sifat-sifat, kekuasaan dan kemampuan¬kemampuannya dengan cara yang bebas dan alami. Demikian pula, komunitas-komunitas yang merdeka memiliki kekuasaan dan kehendak untuk bertindak, memutuskan, dan menentukan diri sendiri.
Sebaliknya, seorang budak adalah seorang manusia yang tertindas dan hina. Si budak itu dipaksa untuk tunduk dan patuh sebagai properti, hak milik, barang bergerak atau sebuah benda milik seorang majikan yang berkuasa kepadanya. Si budak tidak memiliki kehendak maupun kekuasaan; dia tidak menikmati kemerdekaan pribadi apapun: dan tidak mampu menentang majikannya yang berkuasa. Jadi, perbudakan adalah negasi kemerdekaan. Perbudakan sama dengan kematian. Individu yang men¬jadi budak dan komunitas-komunitas serta bangsa-bangsa yang menjadi budak tidak memiliki kehendak dan ke¬bebasan untuk bertindak dan memutuskan. Mereka tidak memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri. Karena¬nya, mereka mati secara sosial dan moral.
Perbudakan bisa terjadi dalam beberapa tipe dan bentuk: fisik, sosial, ekonomi, atau mental-spiritual. Dalam perbudakan fisik, kehidupan si budak secara fisik ter¬gantung kepada majikannya. Perbudakan sosial adalah perbudakan kolektif atau ketergantungan sebuah kelas, kelompok atau suku yang lemah, kepada sebuah kelas, suku, atau kelompok sosial yang lebih kuat. Komunitas¬komunitas yang memiliki budak dan tatanan-tatanan sosial feodal didasarkan pada perbudakan ekonomi dan karena dalam sistem feodal, para budak (buruh tani penyewa dan pengolah tanah) selamanya terikat pada perjanjian pem¬bayaran tanah, penghormatan dan upeti kepada tuan¬tuan tanah mereka. Perbudakan ekonomi sebenarnya ada¬lah ketergantungan ekonomi seseorang, seorang budak, buruh tani, atau pekerja, akan eksistensinya kepada pe-milik alat-alat produksi, tanah, ladang, padang-padang rumput, tambang-tambang, atau pabrik-pabrik.
Orang-orang Israel adalah budak-budak Fir'aun, raja¬tuhan Mesir. Al-Qur'an berfirman:
"Sungguh Fir' aun telah menyombongkan diri di muka bumi dan menjadikan penduduknya terpecah-belah, menindas segolongan di antara mereka; menyembelih anak lelaki mereka dan membiarkan hidup yang perempuan. Sungguh dia termasuk golongan perusak" (Q.S. 28: 4).
"...sebab ia sombong dan melampaui batas" (Q.S. 44: 31).

Musa adalah seorang pemberani yang berdiri me¬nantang diskriminasi dan kekerasan raja-tuhan Mesir, dan dengan tegas menghadapi serangan korupsi dan kejahat¬an yang dilakukan secara bersama-sama. Musa adalah seorang penggembala, seorang hamba kebenaran, cinta kasih dan keadilan yang sederhana dan jujur, seorang guru besar dan Nabi agung yang berhasil membebaskan orang¬orang Israel dari perbudakan yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Al-Qur'an menggambarkan fakta-fakta sejarah ke¬hidupan dan misi Musa sejajar dengan perjuangan heroik Nabi-Nabi-revolusioner lainnya, sebagai sebuah perang antara kekuatan kebaikan dengan kekuatan kejahatan. Musa memimpin kekuatan-kekuatan kebenaran, keadil-an, cinta kasih dan kesetaraan, sedangkan Fir'aun, raja¬tuhan yang arogan itu, mengepalai kekuatan-kekuatan ke¬palsuan, ketidakadilan, keangkaraan, arogansi dan penin¬dasan. Dan seperti biasanya, kebenaran pada akhirnya me¬ngalahkan kepalsuan. Menurut Al-Qur'an, Musa adalah anak seorang wanita budak di Mesir, di mana masyarakat¬nya bekerja dalam perbudakan dan penghinaan. (Al ¬Qur'an tidak menyebutkan periode yang pasti, tetapi mungkin ini terjadi sekitar 1600 tahun sebelum lahirnya Isa al-Masih). Ibunya, karena takut anaknya akan mati di tangan polisi-polisi Mesir, menyembunyikannya untuk sementara waktu dan kemudian memutuskan untuk me¬letakkan anak itu di dalam sebuah kotak dan menghanyut¬kannya di sebuah sungai. Anak itu dipungut oleh istri Fir'aun. Dengan demikian, Musa dibesarkan di istana Fir'aun. Dia tumbuh menjadi seorang manusia yang mulia, bijaksana dan bertakwa, tidak dirusak oleh sifat-sifat buruk kehidupan bangsa Mesir. Dalam sebuah pertengkaran antara seorang budak Israel dan seorang pejabat Mesir, Musa memihak kepada saudaranya (orang Israel) dan membunuh si orang Mesir itu.
Para budak menolongnya, dan untuk menyelamatkan hidupnya dia melarikan diri ke negeri orang-orang Midianit di Semenanjung Sinai di mana dia menetap be¬berapa lama dan menikah. Inilah hijrah, melepaskan diri dari tatanan lama yang korup dan mempersiapkan per¬juangan demi sebuah tatanan sosial yang baru. Kemudian dia menerima wahyu sebagai seorang Nabi dan memutus¬kan untuk membebaskan rakyatnya dari perbudakan oleh bangsa Mesir. Musa dan saudaranya, Harun, menentang kekuatan Fir'aun dan tatanan sosialnya yang korup yang berdasarkan penindasan dan perbudakan terhadap kelas¬kelas sosial yang lebih rendah. Tetapi Fir'aun dan para pemukanya adalah manusia-manusia angkara yang kuat dan angkuh.
"Dan Fir'aun mengumumkan kepada kaumnya, dengan mengatakan: 'Hai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir ini ke¬punyaanku, (saksikanlah) sungai-sungai ini mengalir di bawah¬ku? Tidakkah kamu melihat? Bukankah aku lebih baik dari or¬ang (Musa) yang hina ini, dan bila bicara hampir tak pernah jelas? Mengapa ia tak diberi gelang emas, atau para malaikat datang menyertainya sebagai pengiring?' Maka ia tindas kaumnya, lalu mereka pun patuh; mereka sungguh kaum yang durhaka" (QS.43:51-54).

Fir'aun dan para pemukanya yang berkuasa mengejek ide bahwa seorang penggembala yang berasal dari golong¬an rendahan, lemah, miskin dan sederhana dapat me¬ngalahkan kekuatan-kekuatan Mesir yang superior dan membebaskan para budak. Dan daripada memberontak terhadap tatanan sosial yang korup itu, Musa justru harus tunduk kepada Fir'aun karena Fir'aun telah memelihara dan mendidik serta membuatnya berbudaya di dalam istananya. Fir'aun berusaha untuk membujuk dan mem¬perdaya orang yang jujur itu: "...Bukankah kami telah meme¬lihara kau sejak kau kecil di tengah-tengah kami dan kau tetap bersama kami selama bertahun-tahun dalam hidupmu?" (Q.S. 26: 18). Demikianlah Fir'aun berkata sambil menyatakan bahwa dialah sang raja-tuhan, pemelihara umat manusia yang maha kuasa dan bahwa Musa adalah seorang pem¬bunuh yang rendah dan seorang penghasut budak-budak. "Dan engkau mengerjakan perbuatan yang kauperbuat itu tanpa kenal terima kasih" (Q.S. 26: 19). Musa menyerang tipuan jahatnya yang licik dengan kebenaran dan kelugasannya yang sederhana:
"Aku melakukannya karena khilaf. Maka aku pun lari dari kamu sebab aku takut kepadamu; tetapi Tuhanku telah meng¬anugerahi aku kearifan dan mengangkatku menjadi salah se¬orang rasul. Dan itulah kenikmatan yang kaulimpahkan kepada¬ku dengan ketentuan kau memperbudak Bani Israil" (Q.S. 26: 20-22).

Sang raja-tuhan dan para penasihat, agamawan, ideo¬log, dan administratornya menganggap keberanian para pemberontak ini sebagai pemberontakan terhadap tatanan sosial mereka yang opresif yang kepadanya kekayaan, ke¬kuasaan, dan hak-hak istimewa mereka terikat. Fir'aun berkata:
"Biarlah kubunuh Musa, dan biarlah dia berdoa kepada Tuhannya! Aku khawatir dia akan mengganti agamamu, atau akan membuat kerusakan di bumi" (Q.S. 40: 26). "Mereka saling berselisih antara sesamanya tentang perkara yang mereka hadapi, tapi mereka rahasiakan. Mereka berkata: 'Kedua orang ini pasti tukang sihir (yang mahir). Tujuannya akan mengusir kamu dari negerimu dengan perbuatan sihir mereka dan menghilangkan adat lembagamu yang utama" (QS. 20:62-63).

Lembaga-lembaga yang paling diagungkan yang se¬karang tengah terancam adalah agama palsu negara, upa¬cara pemujaan terhadap raja-tuhan, semua lembaga dan ide-ide ekonomi, sosial, politik, dan agama yang telah me¬mecah-belah umat manusia ke dalam golongan budak dan majikan, golongan tertindas dan penindas, orang-orang papa dan para pemilik tanah serta para pemilik budak.

2. Ideologi Para Pemilik Budak
Sang raja-tuhan juga mencoba kekuatan ideologis (dalam bentuk) sihir dan propaganda, kekuatan ideologis ide-ide palsu yang dibuat-buat untuk mengutuk pikiran Musa dan untuk mempesonakannya ke dalam ilusi dan. kebohongan seperti budak-budak lain. Serangan bersama yang dilakukan para penindas itu kadang-kadang sangat besar dan tiba-tiba melalui media dan agama negara se¬hingga mampu memalsukan kebenaran. Dusta dan ke¬jahatan dibuat agar tampak sebagai kebenaran. Bahkan semangat-semangat yang sangat beranipun menjadi takut akan serangan gencar kejahatan yang telah direncanakan dengan sangat baik itu. Tetapi Musa, manusia yang berani dan selalu berkata dan bertindak benar itu menyerukan kebenarannya dengan penuh keyakinan, kebijaksanaan, dan kejujuran; dan kebenaran memiliki kekuatan untuk menghilangkan kekaburan ideologis dan menghaneurkan semua kepalsuan, seperti matahari yang terang benderang mengusir kabut dan kegelapan dari langit. Kebodohan adalah seperti malam, sedangkan wahyu dan kebenaran seperti siang.
Fir'aun, para pemuka masyarakat, penasihat, serta para agamawan melakukan tipuan-tipuan (sihir) dan me¬rencanakan konspirasi untuk melawan Musa.
"Maka susunlah rencanamu, kemudian datanglah berbaris¬baris; pastilah orang yang menang hari ini akan beruntung. Mereka berkata: 'Hai Musa! Engkaukah yang akan melempar, ataukah kami yang akan melempar lebih dulu?' la berkata: 'Ya, kalianlah yang melempar dulu!' Tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat -terbayang kepada mereka karena hasil sihir mereka¬-- seperti berayap-rayap cepat. Musa merasa takut dalam hatinya" (Q.S. 20:64-67).
".. Setelah mereka melempar, mereka menyulap mata orang banyak dan menimbulkan rasa takut pada mereka, sebab mereka memperlihatkan permainan sihir yang hebat" (Q.S. 7:116)

Tatanan sosial yang berdasarkan penindasan dan eks¬ploitasi secara ideologis ditopang oleh propaganda, ke¬bohongan, dan dalih-dalih sistematis yang secara ber¬angsur-angsur membangkitkan teror di dalam hati kaum yang tertindas. Dengan ideologi kepalsuan dan teror ini¬lah kelas-kelas penguasa mengabadikan penindasan mereka terhadap orang-orang lemah. Tongkat Musa ada¬lah simbol kebenaran, keadilan, dan kesetaraan:
"Lalu Kami memberi wahyu kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Ternyata itu menelan habis segala kepalsuan mereka. Maka kebenaranlah yang terbukti dan segala yang mereka kerjakan sia-sia. Mereka dikalahkan di tempat itu juga, dan mereka kembali dalam keadaan hina" (Q.S. 7:117-119).
"Setelah mereka melempar, Musa berkata: 'Apa yang kamu bawa adalah sihir. Allah akan membatalkannya, karena Allah tidak akan membiarkan berlangsung terus pekerjaan orang yang berbuat kerusakan. Dan Allah membuktikan kebenaran dengan firman-firman-Nya, sekalipun tak disukai para pelaku kejahatan" (Q.S.10: 81-82).

Dalam ayat-ayat ini, tali-tali dan tongkat-tongkat itu bersifat metaforis dan alegoris. Tali-tali dan tongkat¬tongkat para tukang sihir itu di mata kaum Musa tampak sebagai ular-ular. Yaitu, para penguasa yang licik itu telah dengan trampil, di bawah paksaan dan tekanan, ilusi dan henipuan mereka, membuat orang-orang yang sederhana i tu percaya pada hal-hal yang palsu, pada ide-ide yang keliru dan lembaga-lembaga yang korup, seperti bahwa sang raja-tuhan adalah yang maha kuasa yang memberi mereka segalanya, kehidupan dan makanan, kehormatan uan rahmat dan bahwa sistem perbudakan adalah sebuah ,]stem alam yang sudah ditakdirkan oleh tuhan-tuhan wereka. Mereka juga menakut-nakuti rakyat dengan menganiaya dan membunuh orang-orang yang tidak me¬matuhi ritual-ritual dan upacara-upacara ini.
Semua itu dipelihara untuk melindungi tatanan sosial mereka yang opresif. Tetapi kebenaran sederhana yang di¬serukan oleh Musa, lebih kuat; kebenaraan itu meng¬hancurkan ideologi palsu mereka, menghapuskan ke¬bingungan dan kabut dari benak kaum itu. Sekarang mereka dapat melihat dengan jelas kebenaran ajaran-ajar¬an Musa tentang kesetaraan manusia. Dan kemudian per¬bedaan-perbedaan antara benar dan salah, yang sejati dan yang palsu, baik dan buruk, cahaya dan kegelapan, semua¬nya menjadi tampak, jelas, dan maujud:
"Telah Kami berikan kepada Musa dan Harun, Furqan (Llkuran untuk menilai), Cahaya dan Risalah (pesan) bagi yang bertakwa" (Q.S. 21: 48).
Setelah mendapatkan kembali kehendak dan kekuat¬an, kepercayaan diri dan kebijaksanaan mereka, para budak itupun berdiri tegak di bawah kepemimpinan Musa yang pemberani, mendobrak belenggu-belenggu yang mengikat mereka, dan melemparkan beban perbudakan mental, sosial, dan ekonomi. Para budak itu menjadi hidup dan merdeka. Fir'aun dan para pemukanya yang arogan serta tatanan sosialnya yang diskriminatif:
"Fir'aun telah menyesatkan kaumnya, dan tidak memberi bimbingan" (Q.S. 20:79).

Sebuah tatanan yang korup dan ideologi yang palsu tidak pernah bertahan. Selama orang-orang Israel itu berpegang pada prinsip¬prinsip kebenaran, kesetaraan, dan keadilan, mereka tetap kuat dan sejahtera, tetapi bila mereka berpecah-belah men¬jadi kelompok-kelompok dan kelas-kelas yang saling ber¬perang dengan saling memperbudak dan menindas satu sama lain, nasib mereka akan sama dengan Fir'aun dan para pemukanya.
"Mereka yang melanggar Perjanjian Allah setelah diikrarkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah supaya diper¬talikan, dan mereka yang berbuat kerusakan di bumi: Mereka sendirilah yang rugi. Bagaimana kamu tak beriman kepada Al¬lah padahal tadinya kamu mati, maka la membuat kamu hidup, lalu la membuat kamu mati, lalu la membuat kamu hidup, lalu kepada-Nya kamu kembali" (Q.S. 2: 27-28).

Lalu, apakah Perjanjian itu? Perjanjian itu adalah janji untuk menyatakan kebenaran dan membangun sebuah masyarakat yang adil dan egaliter tanpa budak-budak dan majikan-majikan, golongan tertindas dan penindas; yaitu sebuah masyarakat yang merdeka dan setara.
"Dan ingatlah Kami telah menerima ikrar dari Bani Israil: tidak akan menyembah selain Allah, berbuat baik kepada orangtua dan kerabat, kepada anak yatim dan orang miskin dan berbudi bahasa kepada semua orang; dirikanlah shalat dan tunaikanlar+ zakat. Tetapi kemudian kamu berbalik, kecuali sebagian kecil di antara kamu dan kamu (masih juga) menentang. Dan ingatlah, Kami telah menerima ikrarmu: kamu tidak akan menumpahkan darah dan tidak akan saling mengusir dari kampung halaman¬mu, kemudian kamu kukuhkan dan kamu pun menjaai saksi. Sesudah itu, kamu sendiri yang saling membunuh sesamamu, kamu usir sebagian kamu dari kampung halaman mereka; kamu saling membantu melawan mereka, dalam kejahatan dan per¬musuhan; dan bila mereka datang kepada kamu sebagai tawan¬an, karnu tebus mereka padahal kamu dilarang mengusir mereka, kamu percayai sebagian Kitab dan menolak yang sebagian lagi? Ganjaran orang yang berbuat demikian di. antara kamu tak lain hanyalah kehinaan dalam kehidupan dunia ini dan pada hari kiamat mereka dikembalikan ke dalam azab yang berat. Dan Allah tiada lengah akan segala yang kamu lakukan" (Q.S. 2:83-85).

Menurut Al-Qur'an, penindasan dan diskriminasi, ke¬palsuan dan kejahatan pada akhirnya akan dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan kebenaran dan kesetaraan. Gambaran Al-Qur'an tentang perlawanan Musa terhadap hara pemilik budak Mesir yang berkuasa menunjukkan fakta bahwa, meskipun persepsi A1-Qur'an tentang perjuangan kelas adalah pra-feodal dan pra-kapitalis, di¬warnai dengan konsepsi-konsepsi teologis, perjuangan kelas adalah sebuah fenomena universal yang mengatasi semua aspek sejarah.
Kisah Musa mengajarkan sebuah pelajaran bahwa ke¬benaran selalu menang, dan penindasan (zulm) tidak pernah bertahan.
"Kami wariskan kepada golongan yang tadinya dipandang lemah - tanah yang Kami berkati di Timur dan di Barat. Maka sudah terpenuhilah janji Allah kepada Bani Israil, karena ke¬sabaran dan ketabahan mereka. Dan Kami hancurkanlah segala yang dibuat Fir'aun dan kaumnya serta apa yang telah mereka bangun" (Q.S. 7:137).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar