Senin, 10 Agustus 2009

Kewajiban yang pertama

Alloh ‘azza wa jalla telah menciptakan manusia, dari tidak ada menjadi ada. Dia pun telah memberikan berbagai keperluan hidup manusia di dunia ini. Dia juga memberikan akal dan naluri. Dengan akal dan nalurinya, manusia dapat membedakan perkara yang bermanfaat baginya secara global dan yang membahayakannya.

Alloh subhanahu wa ta ‘ala pula yang telah menjadikan manusia dapat mendengar, melihat, berfikir, berbicara, dan berusaha. Itu semua merupakan ujian, apakah manusia akan bersyukur kepada Penciptanya, beribadah kepadaNya semata, taat dan tunduk terhadap syariatNya, ataukah mengingkari kenikmatan dan menentang agamaNya.

Alloh subhanahu wa ta ‘ala berfirman, yang artinya:

Bukankah telah datang pada manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

(QS AI lnsan: 1-3)

Oleh karena itulah, manusia wajib mengetahui, kewajiban apakah yang pertama kali harus dia lakukan kepada Penciptanya?

Kewajiban Pertama Seorang Hamba, ialah mengucapkan dua kalimat syahadat

Banyak dalil dari Al Kitab dan As Sunnah yang menunjukkan bahwa kewajiban pertama manusia adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu syahadat Laa llaha illAlloh (لا إله إلا الله) dan syahadat Muhammadar Rasululloh (محمد رسول الله). Berikut ini di antara dalil tersebut.

1. Firman Alloh subhanahu wa ta ‘ala, yang artinya :

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada llaah (yang hak) melainkan Aku, maka kamu sekalian hendaklah beribadah kepadaKu”.

(QS AI-Anbiya’: 25)

Syaikh Abdlirrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan ayat ini dengan menyatakan:

“Seluruh rasul sebelummu (Muhammad Rasululloh) dan kitab-kitab mereka, intisari dan pokok ajaran mereka adalah perintah beribadah kepada Alloh semata, tidak ada sekutu bagiNya, serta penjelasan bahwa Alloh adalah ilah yang haq, al ma’bud (yang berhak diibadahi), dan peribadahan kepada selainNya adalah batil”.

(Tafsir Karimir Rahman Fi Tafsir Kalamil Mannan)

Kalimat Laa llaaha illAlloh merupakan pokok risalah seluruh rasul. Oleh karena itu, masalah ini merupakan kewajiban pertama kali sebelum kewajiban lainnya.

2. Tauhid (mengesakan Alloh untuk beribadah hanya semata-mata kepada-Nya) adalah perintah Alloh subhanahu wa ta ‘ala yang pertama kali, sehingga merupakan kewajiban pertama yang harus ditunaikan dan jalan pertama kali yang harus ditempuh seorang hamba. Sebaliknya, lawan tauhid, yaitu syirik (menyekutukan-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya, atau mengambil tandingan-tandingan-Nya) merupakan larangan pertama kali.

Kita mendapati fi’il (kata kerja) pertama kali yang Alloh subhanahu wa ta ‘ala sebutkan dalam mushhaf Al Qur’an adalah tauhid. Yaitu (yang artinya):

Hanya kepadaMu kami berbadah dan hanya kepadaMu kami mohon pertolongan.

(QS AI Fatihah: 5).

Demikian juga fi’il amr (kata perintah) yang pertama kali termaktub dalam Al Qur’an adalah tauhid, yaitu (yang artinya):

“Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”

(QS Al Baqarah: 21).

Ketika Alloh subhanahu wa ta ‘ala menerangkankan sepuluh kewajiban manusia, kewajiban yang menempati tempat pertama adalah kewajiban beribadah hanya kepadaNya dan larangan syirik. Ini adalah makna kalimat Laa ilaaha illAlloh.

Yaitu firman Alloh subhanahu wa ta ‘ala, (yang artinya):

“(1) Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
(2) Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak,
(3) karib-kerabat,
(4) anak-anak yatim,
(5) orang- orang miskin,
(6) tetangga yang dekat
(7) dan tetangga yang jauh,
(8) teman sejawat,
(9) ibnu sabil,
(10) dan hamba sahayamu.

Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

(QS An Nisa’: 36).

Pada tempat yang lain, ketika Alloh subhanahu wa ta ‘ala menyebutkan sepuluh larangan, Dia memulai dengan larangan syirik, dan ini merupakan konsekuensi pernyataan Laa ilaaha illa Alloh.

Dia berfirman, yang artinya:

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu:

(1) Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

(2) Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,

(3) Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka,

(4) Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi,

(5) Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Alloh (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabb-mu kepadamu supaya kamu memahami(nya).

(6) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.

(7) Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.

(8) Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu),

(9) Dan penuhilah janji Alloh, yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu ingat,

(10) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.

Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertaqwa.

(QS Al An’am: 151 -153).

3. Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat (bersaksi) Laa ilaaha illAlloh dan Muhammad Rasululloh, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka telah melakukannya, mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka atas tanggungan Alloh.”

(HR Bukhari, no. 25, dan lain-lain, dari Ibnu Umar)

Hadits ini dengan tegas menunjukkan, bahwa kewajiban pertama hamba adalah syahadat.

Imam Ibnu Abil ‘lzzi Al Hanafi berkata, yang artinya:

“Oleh karena itulah, yang benar ialah bahwa kewajiban pertama kali atas seorang mukallaf adalah syahadat Laa ilaaha illAlloh, sehingga tauhid merupakan kewajiban pertama kali dan kewajiban terakhir kali, sebagaimana Nabi (shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Barangsiapa akhir perkataannya Laa llaaha lllAlloh, niscaya dia masuk surga (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan AI Hakim, dari Mu’adz bin Jabal. Lihat Shahih Al Jami’ush Shaghir, no. 6479).”

(Minhatul llahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath Thahawiyah, hlm. 45)

Syahadat adalah inti ajaran nabi dan rosul

Dalam berbagai keadaan, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada para sahabatnya mengenai syahadat. Dengan penjelasan ini, maka teranglah bagi kita anggapan-anggapan yang kurang tepat bahwa kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh manusia adalah bukan syahadat (melainkan hal-hal di luar itu).

1. Sabda Nabi kepada Mu’adz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:

Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka jika engkau telah mendatangi mereka,

(1) Ajaklah mereka untuk bersyahadat Laa ilaaha illa Alloh dan bahwa Muhammad adalah utusan Alloh.

(2) Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Alloh telah mewajibkan lima kali shalat sehari semalam kepada mereka.

(3) Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Alloh telah mewajibkan shadaqah (zakat) kepada mereka. Zakat itu diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin mereka.

(4) Jika mereka telah mentaatimu tentang hal itu, maka janganlah (engkau ambil) harta-harta mereka yang berharga (untuk zakat)

(5) dan jagalah dirimu dari do’a orang yang terzhalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dia dengan Alloh.

(HR Bukhari, no. 1496, 4347; Muslim, no. 29, 30).

Al Hafizh Ibnu Hajar AI ‘Asqalani berkata:

“Permulaan (dakwah) mesti dimulai dengan keduanya (dua kalimat syahadat), sebab merupakan ashluddin (prinsip agama) yang melandasi keabsahan amalan apapun”.

(Fathul Bari, penjelasan hadits no. 1496).

2. Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang artinya:

Islam dibangun di atas lima (tiang), (Yaitu): Syahadat Laa llaaha lllalloh dan syahadat Muhammad Rasululloh, menegakkan shalat, membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.

(HR Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16; dan lain-lain.)

Ini merupakan dalil yang jelas, bahwa syahadatain adalah rukun Islam yang pertama, sehingga otomatis menjadi kewajiban yang pertama.

Imam Ibnul Mundzir berkata:

“Setiap ulama yang aku ketahui telah sepakat, bahwa jika seorang kafir mengatakan Asyhadu an laa ilaaha illa Alloh wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Alloh dan utusanNya), dan bahwa risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah haq (benar), dan aku berlepas diri kepada Alloh dari seluruh agama yang bertentangan dengan Islam, dan ketika mengucapkannya itu dia sudah dewasa, sehat dan berakal, maka dia seorang muslim. Jika setelah itu, dia kembali (kafir), dengan menampakkan kekafiran, maka ia telah menjadi orang murtad.”

(Al Ijma’, hlm. 154; dinukil dari kitab Mauqif Ibni Taimiyah minal Asya’irah, Juz 3, hlm. 940, karya Dr. Abdurrahman bin Shalih bin Shalih Al Mahmud.)

Anggapan yang salah

Setelah kita mengetahui penjelasan di atas, maka kita akan mengetahui kesalahan pendapat-pendapat manusia berkaitan dengan kewajiban pertama yang harus dilakukan manusia.

Ada yang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “berfikir dengan benar, sehingga akan mengantarkannya menuju pengetahuan tentang barunya alam semesta”.

Di sisi lain, orang berasumsi bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “niat berfikir dengan benar”.

Pihak lainnya berpendapat bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “ragu-ragu”.

Sebagian orang beranggapan bahwa kewajiban manusia pertama kali adalah “mengenal adanya Alloh subhanahu wa ta ‘ala “.

Al Juwaini di dalam kitab Al Irsyad, hlm. 3, mengatakan, yang artinya:

“Kewajiban pertama kali atas orang yang aqil baligh (berakal dan dewasa) beriringan semakin matangnya kedewasaan atau terjadinya mimpi adalah niat berfikir dengan benar yang membawa kepada pengetahuan bahwa alam ini adalah sesuatu yang baru”.

Pernyataan senada juga dilontarkan Ar Razi di dalam Al Muhashshal, hlm. 47 dan Al lijii di dalam Al Mawaaqif, hlm. 32.

Semua pendapat di atas menyimpulkan bahwa kewajiban pertama manusia ialah berfikir sehingga meyakini bahwa dunia ini ada yang menciptakan, yaitu Alloh subhanahu wa ta ‘ala Ta’ala.

Ini merupakan kesalahan besar! Sebab fithrah manusia telah mengakui adanya Alloh subhanahu wa ta ‘ala . Oleh karena itulah, para nabi dan rasul mengatakan kepada umat mereka, dari firman-Nya yang artinya:

Berkata rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu- raguan terhadap Alloh, Pencipta langit dan bumi?”

(QS Ibrahim:10).

Apalagi, pengakuan adanya Alloh subhanahu wa ta ‘ala tidak cukup untuk menjadikan orang itu beriman atau muslim, karena orang-orang musyrik pada masa Jahiliyah juga meyakini eksistensi Alloh subhanahu wa ta ‘ala. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur’an:

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka (orang-orang musyrik Jahiliyah) menjawab: “Alloh“. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepadaNya)?

(QS Yunus: 31)

Oleh karena itulah, seseorang yang meyakini adanya Alloh subhanahu wa ta ‘ala dan kekuasaanNya belum disebut orang Islam atau orang beriman, sampai ia juga mengimani keesaan Alloh subhanahu wa ta ‘ala dalam uluhiyah-Nya, yaitu dengan hanya beribadah kepadaNya semata dengan mengikuti jalan RasulNya, juga mengimani nama-nama dan sifat-sifat Alloh subhanahu wa ta ‘ala serta semua yang dibawa oleh RasulNya, shollallohu ‘alaihi wa sallam dari-Nya.

Sebagai penutup tulisan ini, kami nukilkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (wafat 728 H). Beliau berkata, yang artinya:

“Telah diketahui secara pasti di dalam agama dan telah disepakati oleh umat, bahwa fondasi Islam dan yang pertama kali diperintahkan kepada manusia adalah syahadat Laa ilaaha illalloh dan Muhammad utusan Alloh.

Dengan itulah, orang kafir menjadi muslim, musuh menjadi teman akrab, orang yang halal darah dan hartanya menjadi terjaga darah dan hartanya. Kemudian jika dia bersyahadat itu dari hatinya, maka dia telah masuk ke dalam iman. Jika dia mengucapkannya dengan lidah tanpa hatinya, maka dia berada pada Islam secara lahiriyah, namun tanpa iman pada batinnya.

Adapun jika dia tidak mengucapkan syahadat, padahal mampu, maka dia kafir secara lahir batin dengan kesepakatan umat Islam, menurut salaf (orang-orang atau generasi terdahulu) umat ini, imam-imamnya, dan mayoritas ulama”.

(Kitab Fathul Majid, hlm. 73, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, Penerbit Dar Ibni Hazm)

Semoga hal ini bermanfaat bagi kita semua untuk lebih mengenal kewajiban utama kita sebagai muslim. Semoga Alloh subhanahu wa ta ‘ala selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus. aamiin.

Wallahu a’lam bish showwab

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu.

Melbourne, 07 Jumadil Akhir 1430 H
Yang senantiasa mengharapkan ampunan, rahmat dan ridho-Nya,
Abul Fudhail Dzulkifli bin Iwan Al-Ghorontaliy

http://abulfudhail.wordpress.com/2009/06/01/kewajiban-yang-pertama/
_______________________________________________________________________________

Sumber:
http://blog.vbaitullah.or.id/2006/05/17/722-kewajiban-pertama-12/
http://blog.vbaitullah.or.id/2006/05/18/723-kewajiban-pertama-22/
Disalin dari majalah As-Sunnah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar