Minggu, 02 Agustus 2009

Sikap Nabi tehadap para sahabat yang melakukan kesalahan

Oleh : Ahmad Dani Permana

Dari Said Al Khudri bahwa ada orang yang menggugat Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam dalam membagian zakat, ia berkata kepada Nabi, : Wahai Rasulullah bertaqwalah kepada Allah.” Khalid bin Walid langsung minta izin kepada Nabi untuk memenggal lehernya, Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda, : “Boleh jadi dia shalat”. Khalid berkata, “Berapa banyak orang yang shalat tetapi ucapannya tidak sesuai dengan perbuatannya.” Maka Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda “Aku tidak diperintah untuk membedah hati orang dan membelah dada mereka.” [Munafaq ‘Alaih]

Dari Usamah bin Zaid ra., ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam mengirim kami dalam suatu pasukan. Kami sampai di Huruqat, suatu tempat di daerah Juhainah di pagi hari. Lalu aku menjumpai seorang kafir. Dia mengucapkan: Laa ilaaha illallah, tetapi aku tetap menikamnya. Ternyata kejadian itu membekas dalam jiwaku, maka aku menuturkannya kepada Nabi shalallahu ‘alahi wasallam Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bertanya: Apakah ia mengucapkan: Laa ilaaha illallah dan engkau tetap membunuhnya? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, ia mengucapkan itu hanya karena takut pedang. Rasulullah saw. bersabda: Apakah engkau sudah membelah dadanya sehingga engkau tahu apakah hatinya berucap demikian atau tidak? Beliau terus mengulangi perkataan itu kepadaku, hingga aku berkhayal kalau saja aku baru masuk Islam pada hari itu. HR Muslim No 140

Umar bin Khattab RadhiAllahu ‘anhu berkata: “Pada zaman Nabi shalallahu ‘alahi wasallam orang yang salah terkena sanksi berdasarkan wahyu. Sekarang wahyu sudah putus, maka kita menghukumi secara zahirnya saja perbuatan kalian. Barangsiapa yang menampakan kebaikan, kami terima dan hakekatnya kami serahkan kepada Allah, karena Allah yang menilai batin kalian. Dan apabila tampak keburukan mereka, maka kami menolak dan tidak percaya meskipun maksud dalam batinnya baik. [Ahlusunnah menghadapi Ahli Bid'ah oleh DR Ibrahim bin Amir Ar Ruhaili hal 70.]

Diriwatkan dari Abdullah bin Umar radhiAlllahu ‘anhu, Nabi mengutus Khalid bin Walid kepada kabilah Jadzimah untuk diajak masuk islam. Tetapi mereka tidak mampu mengucap Asalama (kami masuk Islam) sehingga mereka berkata Shaba’na, shaba’na (kami keluar dari agama kami) maka khalid langsung membunuh sebagian dan menawan sebagian yang lain. Masing-masing diantara kami membawa tawanannya, hingga pada suatu hari Khalid memerintahkan membunuh tawanannya. Maka saya berkata “demi Allah kami tidak membunuh tawananku dan semua kawanku juga begitu, hingga kami mengadukan kepada rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam, Lalu beliau bersabda sambil mengangkat kedua tangan “Ya Allah, aku serahkan kepada-Mu apa yang diperbuat khalid sebanyak dua kali [HR Bukhori]

Ibnu hajar menjelaskan ucapan rawi “Tetapi mereka tidak mampu mengucap Asalama (kami masuk Islam) sehingga mereka berkata Shaba’na, shaba’na (kami keluar dari agama kami)” rawi hadist, Ibnu Umar memehami bahwa sebenarnya mereka menginginkan Islam.namun khalid memahami lafazh secara zhahir saja, sebab ucapan mereka shaba’na berarti kami keluar dari satu agama untuk masuk kepada agama lain. Sementara Khalid tidak merasa puas dengan ucapan mereka, iang ingin secara jelas mengatakan islam. Lih : Fathul Bari Jilid 8 hal 57

Dari Ali bin Abu Thalib ra., ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. mengutus aku, Zubair dan Miqdad lalu beliau bersabda: Pergilah kalian ke daerah Raudhah Khakh di mana terdapat seorang wanita yang sedang dalam perjalanan membawa sepucuk surat dan ambillah surat itu darinya! Kemudian kami berangkat, kuda kami pun berlari cepat membawa kami. Lalu tiba-tiba kami bertemu dengan wanita tersebut dan kami katakan kepadanya: Keluarkanlah surat itu! Perempuan tersebut berkata: Aku tidak membawa surat. Kami berkata lagi: Keluarkanlah surat itu kalau tidak kamu harus menanggalkan pakaianmu! Akhirnya ia mengeluarkan surat itu dari sela-sela kepangan rambutnya. Lalu kami pun segera membawa surat itu kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. yang ternyata berasal dari Hathib bin Abu Baltaah untuk orang-orang musyrik di kota Mekah memberitahukan beberapa rencana Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. bertanya kepada Hathib: Wahai Hathib apa ini? Hathib menjawab: Jangan cepat menuduhku, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku dahulu adalah seorang yang akrab dengan orang-orang Quraisy. Sufyan berkata: Ia pernah bersekutu dengan mereka meskipun tidak memiliki nasab dengan Quraisy. Para Muhajirin yang ikut bersamamu mempunyai kerabat yang dapat melindungi keluarga mereka (di Mekah). Dan aku ingin, karena aku tidak mempunyai nasab di tengah-tengah mereka, berbuat jasa untuk mereka sehingga mereka mau melindungi keluargaku. Dan aku melakukan ini bukan karena kekufuran dan bukan juga karena murtad bahkan tidak juga karena aku rela dengan kekufuran setelah memeluk Islam. Kemudian Nabi shalallahu ‘alahi wasallam. bersabda: Dia telah berkata benar. Lalu Umar berkata: Wahai Rasulullah, biarkanlah aku memenggal leher orang munafik ini! Beliau menjawab: Sesungguhnya dia telah ikut serta dalam perang Badar dan siapa tahu Allah telah memberikan keistimewaan kepada para prajurit Badar lalu berfirman: Perbuatlah sesuka kamu sekalian karena sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian! Kemudian Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia. (Shahih Muslim No.4550)

Kesalahan penafsiran yang dilakukan oleh Khalid dan Walid Umar bin Khattab radhiAllahu ‘anhuma adalah salah takwil terhadap apa yang dia dengar. Dan Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam mentolelir kesalahan mereka, tidak menghujat maupun memaki-maki.

Syaikhul Ibnu Taimiyyah juga berkata ” orang yang berbuat kesalahan dan salah dalam takwil dimaafkan berdasarkan Al Kitab dan As Sunnah, beliau mengungkapkan firman Allah:

Ya Tuhan Kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah (al Baqarah : 286)

Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku yang berbuat salah dan lupa serta dipaksa atas sesuatu. (HR Ibnu Majah, Al hakim dan dishahihkan al Al Bani dalah Shahih Ibnu Majah dan Misykah al Mashabih)

Yang dimaksud salah takwil adalah salah dalam memahami sesuatu nash syar’I yang masih dalam batas kaidah bahasa arab dan kaidah ilmu Syar’i. Ibnu hajar berkata “setiap orang yang salah takwil tidak berdosa, selagi takwil yang masih dalam batas kaidah bahasa arab dan kaidah ilmu syar’i. Lih : Fahul Bariy Jil 12 hal 304.

Disamping itupula sangat banyak kasus yang dilakukan para sahabat nabi yang menjurus kepada perbuatan syirik, kafir dan sesat, namun Nabi shalallahu ‘alahi wasallam tidak mengatakan dengan mencaci maki dan mencela dengan kata-kata yang akan menyakiti para sahabatnya.

Berikut adalah dalil-dalinya

Dari Abdullah ibnu auf, dia berkata “Tatkala Mu’az datang dari Syam langsung sujud kepada Nabi shalallahu ‘alahi wasallam ? Maka nabi shalallahu ‘alahi wasallam bersabda : “Apa yang kamu lakukan wahai Mu’adz? ia berkata : ” Saya datang dari di Syam saya dapatkan mereka bersujud kepada para uskup dan pendeta mereka, saya senang bila hal itu dilakukan untukmu. ” Nabi shalallahu ‘alahi wasallam bersabda “Janganlah kamu lakukan, sebab bila aku boleh menyuruh bersujud kepada selain Allah, maka aku akn perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya. (HR Ibnu Majah, Ahmad, Al Mudziri dalam Targhib, dan disahihkan oleh Al Albani dalam Sahih Ibnu Majah dan adab Az Zafaf)

Dari Khalid bi Dzakwan dari rabi’ binti maud berkata, ” Nabi shalallahu ‘alahi wasallam datan ke pernikahanku lalu beliau duduk diatas tempat tidurku, jaraknya seperti aku denganmu sekarang, sementara anak-anak kecil perempuan memukul rebana dan melantunkan syair untuk bapak-bapak mereka yang meninggal dalam perang Badr. Salah satu diantara mereka berkata “Ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui suatu yang akan terjadi esok, beliau bersabda ” jangan ucapkan kalimat itu dan ucapkan saja kalimat yang tadi kamu ucapkan. [HR Bukhori]

Hadits diatas mengisahkan dua jenis perbuatan yang bagi kita adalah perbuatan syirik dan penuh dengan kesesatan namun tidak dihadapan Nabi shalallahu ‘alahi wasallam dan sesungguhnya beliau telah memberikan tauladan yang baik untuk tidak mencela mereka dengan langsung menuduh berbuat Syirik dengan kata-kata SESAT. Seperti apa yang terjadi dikalangan orang-orang yang sekarang ini dalam dakwahnya namun sikap dan perbuatan jauh dari nilai As Sunnah yang haq.

Apa yang dilakukan Mu’adz dan salah satu anak yang berkata “Ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui suatu yang akan terjadi esok”, adalah karena kesalahan takwil terhadap apa yang mereka lihat dan dengar.

Dari Abu Musa ra., ia berkata: Ketika Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. mengutus salah seorang sahabatnya untuk melaksanakan suatu urusan, beliau akan bersabda: Sampaikanlah kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti serta permudahlah dan janganlah mempersulit. (Shahih Muslim No.3262)

Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam. pernah bersabda: Permudahlah dan jangan mempersulit dan jadikan suasana yang tenteram jangan menakut-nakuti. (Shahih Muslim No.3264)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar