Beberapa tahun silam, salah seorang syaikh dari Istanbul menyuruh para darwisnya agar pergi keluar memetik bunga untuk menghias pondok mereka. Mereka semua kembali dengan karangan-karangan bunga besar, kecuali seorang darwis yang hanya pulang sekuntum bunga yang layu.
Ketika ditanya mengapa ia tidak membawa pulang bunga-bunga indah yang segar, ia menjawab,
“Aku mendapati semua bunga sedang sibuk berdzikir kepada Tuhan. Bagaimana aku menghentikan doa mereka yang terus menerus itu ? Aku terus mencari dan akhirnya aku menemukan sekuntum bunga yang usai dari dzikirnya, dan inilah yang kubawa.”
Darwis itu kemudian menjadi syaikh yang berikutnya.
======0000======
Bahlul berjualan
Bahlul dikenal sebagai seorang pandir yang bijak di penjuru Bagdad. Suatu hari ia duduk di sebuah pasar dengan tiga buah tengkorak kepala di hadapannya.
Di depan tengkorak yang pertama terdapat tanda bertuliskan “GRATIS.” Di depan tengkorak kedua terdapat tanda bertuliskan “SATU SEN.” Tengkorak ke tiga memiliki tanda bertuliskan “TAK TERNILAI.”
Ketiga tengkorak tersebut tampak serupa, dan setiap orang yang melihat kiosnya mengira bahwa Bahlul telah gila. Akhirnya, seseorang mendekatinya dan bertanya mengenai perbedaan harganya.
Bahlul mengambil sebuah tusuk daging dan mencoba untuk memasukkannya pada lubang telinga dari tengkorak yang pertama, namun ia tak berhasil. “Lihatlah,” katanya, “Tidak ada yang dapat masuk ke dalam. Tengkorak ini sama sekali tidak bernilai.”
Kemudian ia mencoba tusuk daging tersebut pada tengkorak yang kedua. Ia dapat dengan mudah masuk melalui kedua lubang telinga tersebut, dan langsung menembus sisi lainnya. “Lihatlah, tidak ada yang tinggal di dalamnya. Tengkorak ini hanya bernilai satu sen.”
Ketika Bahlul mencobanya pada tengkorak yang ketiga, tusuk daging tersebut masuk dengan mudah melewati lubang pertama tetapi tidak menembus lubang kedua. Jelasnya, “Tengkorak ini tidak ternilai. Apa yang masuk ke dalamnya, akan tetap tinggal di dalam” …..
===================0000===============
Pelajar dan Pengamal …
Suatu hari seorang sarjana sedang berperahu di sebuah danau yang besar. Ia mendengar sebuah suara datang dari arah sebuah pulau yang kecil. Merasa penasaran, ia pun mendayung perahunya menuju pulau tersebut. Ia melihat seorang pertapa sedang berdzikir sambil duduk dan membaca sebuah doa berulang-ulang.
Sang sarjana menyapa si pertapa seraya menjelaskan bahwa, berdasarkan bahasa Arab klasik, ia tidak tepat dalam mengucakan doa tersebut. Sang sarjana merasa puas karena telah mampu meluruskan si pertapa yang buta huruf tersebut. Lagi pula disebutkan bahwa mereka yang menguasai doa tersebut dapat berjalan di atas air.
Sang sarjana pun kemudian kembali ke perahunya, mendayungnya pergi meninggalkan pulau, dan merasa puas atas amal baiknya. Kemudian ia mendengar suara air berdecak dari belakangnya, lalu menoleh. Si pertapa sedang berlari-lari mengejarnya, “Hai nak, aku telah mengucapkan doa tersebut secara salah selama bertahun-tahun ! Tolong ulangi kembali untukku dengan cara yang benar, sekali lagi.”
Sumber: Psikologi Sufi untuk transformasi: Hati, Diri & Jiwa oleh Robert Frager PhD.
Rabu, 05 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar