Jumat, 24 Juli 2009

Do'a , Jin dan Lampu Aladdin

oleh Fikti Yatir

Dahulu ia dikenal sebagai mubaligh/ da’i yang sangat populer di kalangan anak muda di kotanya. Suaranya terkenal keras baik volume maupun isinya. Tapi kini ia datang seperti ‘orang asing’ terseok-seok hampir-hampir seperti “rongsokan tubuh” yang sungguh beda dengan masa jayanya dulu.

Wajahnya kini terlihat muram, nampak jelas kekecewaannya yang begitu besar sehingga tidak menyisakan sedikitpun ruang pada air mukanya untuk suatu harapan. Ia ‘hopeless’ dan putus asa. Ia kecewa pada Pemerintahnya karena tidak memelihara “fakir miskin dan anak-anak terlantar”. Ia kecewa pada bekas para jama’ahnya. Dulu mereka begitu mengelu-elukannya. Kini, tak seorangpun diantara mereka mau menegurnya. Mereka pada ribut mengumpulkan dana untuk memperbaiki pengeras suara masjid. Tak seorangpun memperhatikan tenggorokannya yang kini telah rusak. Ia pun kecewa kepada organisasi yang dulu dibesarkannya. Hanya karena ia kini sakit, bukan saja ia tidak dibantu biaya ‘pengobatannya’, ia bahkan dicoret dari daftar anggota organisasi tersebut.

Dari sebelumnya seorang “somebody” ia telah dijatuhkan menjadi “nobody”. Ia kini begitu kecewa kepada Agamanya. Ia merasakan bahwa Agama tidak membantunya mengatasi berbagai kesulitan hidup yang menerpanya kini. Akhirnya, ia kecewa kepeda Tuhan.

“Selama ini aku telah lakukan shalat malam. Aku telah amalkan do’a2 dan wirid. Aku hanya minta Allah untuk membebaskan aku dari ketergantungan kepada obat. Aku muak dengan segala bentuk pil dan kapsul, injeksi atau obat-obat kimiawi lainnya. Karena tergantung kepada obat, setiap bulan kini aku harus mengemis meminta bantuan kepada orang-orang yang sudah bosan melihatku. Karena biaya pengobatan yang sangat mahal, aku kini semakin menyengsarakan keluargaku. Cuma satu yang aku minta kini, "Tuhan sekiranya engkau tidak berkenan menyembuhkanku, bebaskan aku dari ketergantungan terhadap obat ini". Tentu saja. Tapi, sesudah puluhan tahun aku berdo’a. Tuhan tetap tidak mau menjawab do’aku. Mungkin do’aku tidak dikabulkan karena dosa-dosaku. Aku sadar selama inin aku banyak berbuat dosa. Tapi, siapa diantara kita yang tidak berdosa?. Kalau begitu, apa gunanya aku berdo’a. Toh, do’aku tidak akan di dengarNya”.

Saat ini barangkali banyak orang seperti sang Mubhaligh tersebut. Dari kecewa kepada kehidupan, ia kini kecewa kepada Tuhan. Sama seperti Orang miskin yang selalu diperlakukan tidak adil oleh masyarakat di sekitarnya; mahasiswa cerdas yang dijatuhkan oleh dosen yang iri akan kecerdasannya; atau ; perempuan berjilbab yang sakit hati akibat dikhianati suaminya yang dahulu terkesan salih dan ‘alim; atau; profesor yang memilih untuk “kafir” karena ia ditipu ratusan juta oleh seorang Kyai yang selama ini mengajarinya agama; atau; pemikir Islam yang kecewa dengan keadaan umat Islam yang miskin dan terbelakang; atau; kader dakwah yang dijemuruskan oleh organisasi atau kelompok Islam; aktivis partai dan anggota legislatif yang dieksploitasi oleh partainya yang justru berasas Islam; politisi yang dikibuli oleh ulama dan habib yang mendukungnya.

Semuanya sampai pada kesimpulan: berdo’a itu tidak perlu. Pertama, kesulitan hidupnya tidak pernah selesai dengan do’a. Kedua, bila do’a kita tidak dikabulkan karena dosa, sedang kita semua berdosa, apa perlunya berdo’a?.

Sayangnya, semua lupa untuk meninjau kembali konsep do’a. Anda memandang do’a sebagai mantera magis untuk mengendalikan alam semesta. Tuhan kini dilihat sebagai kekuatan gaib yang harus tunduk kepada kemauan Anda. Do’a Anda mirip lampu Aladin dan Tuhan menjadi Jin. Ketika Anda berdo’a, Tuhan harus keluar untuk bersimpuh di depan Anda, “Tuanku katakan apa kehendak Tuanku.” Karena itu, ketika Tuhan tidak memenuhi kehendak Anda melalui do'a-do'a yang anda panjatkan, Anda kemudian marah kepadaNya. Anda kecewa dan Anda segera membuang dan mencampakkan lampu Aladin anda.

“Bila Anda ingin tahu posisi Anda di sisi Tuhan, “lihatlah di mana posisi Tuhan di hati Anda.” ujar Imam Ja’far ash-Shadiq, cucu Rasulullah SAW.

Alangkah rendahnya Anda di mata Tuhan, bila Anda memperlakukan Dia hanya sebagai Jin untuk lampu Aladin Anda. Anda berdalih, do’a adalah ungkapan cinta. Tetapi, Anda hanya berdo’a kepadaNya ketika Anda memerlukanNya.

Jadi, Anda mencintaiNya karena Anda memerlukanNya. Erich Fromm menulis, “Immature love says, ‘I love you because I need you.’ Mature love says, ‘I need you because I love You.” (Cinta yang belum matang mengatakan, aku mencintaimu karena aku memerlukanmu. Cinta yang sudah matang mengatakan, “ku memerlukanmu karena aku mencintaimu” – red.)

Nabi Zakariya a.s. adalah seorang Nabi dan manusia sempurna yang terpelihara dari dosa. Puluhan tahun doa-do'anya tidak dipenuhi Tuhan. Lantas berhentikah ia berdo’a? Kecewakah ia kepada Tuhan?

Tuhan memuji Zakariya, setelah Zakariya memuji Tuhan, "Ingatlah rahmat Tuhanmu untuk hambaNya Zakariya. Ketika ia berdo’a kepada Tuhannya dengan suara lembut. Ia berkata, “Tuhanku, sungguh sudah rapuh tulangku, sudah berkilau kepalaku karena uban, tetapi aku belum pernah kecewa untuk berdo’a kepadaMu, ya Tuhanku.” (QS 19:2- 4).

Beberapa ayat sesudah itu, Tuhan menceritakan Kekasih-Nya, Nabi Ibrahim as, “Aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak pernah kecewa dalam berdo’a kepada Tuhanku” (Q.S. Maryam 19 : 48).

Kekasih Tuhan yang lain, Musa a.s., berjuang dan berdo’a untuk kejatuhan Fir’aun. “Ada rentang waktu empat puluh tahun antara permulaan do’a Musa a.s. dengan tenggelamnya Fir’aun,” kata Imam Ja’far.

Dalam kesempatan lain, Imam Ja’far, penghulu para wali Allah ini berkata, “Bila seorang kekasih AlLah berdo’a kepadaNya, Tuhan berkata kepada salah satu malaikatNya, "Penuhi keperluan hambaKu, tetapi jangan segera, karena Aku senang mendengar rintihannya".’

Sebaliknya bila seorang musuh Allah berdo’a kepadaNya, Dia berkata kepada salah satu malaikatNya, "Penuhi keperluannya dengan segera, karena Aku benci mendengar suaranya ”

Bapak Mubaligh, jika memang anda mencintai Allah SWT, dan Allah mencintai rintihan anda, berdo’alah terus, merintihlah terus di depan Kekasih anda. Jangan pernah "putus dari rahmat Allah"

Wallahu’alam bissawab.

Dikutip tanpa izin dari Kumpulan Tulisan Bundel Al Waris , oleh Fikri Yatir.

Semoga Bermanfaat.

Lebak Bulus, 7 -7 2009 jam 06.30 WIB

Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono (IPH)

1 komentar:

  1. TERIMAKSIH ATS PMBRITHUIAN TENTANG NABI ZAKARIA

    S,mga saya tdk lg brputus asa dr rhmatALLAH.

    BalasHapus