DZIKIR TAUHID
TOTALITAS DZIKIR DZIKIR TAUHID
TOTALITAS DZIKIR
DZIKIR TAUHID
TOTALITAS DZIKIR DZIKIR TAUHID
TOTALITAS DZIKIR
Kini sampailah kita pada bagian terakhir dari pembahasan Diskusi ini, yaitu: DZIKIR TAUHID. Mungkin anda bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan Dzikir Tauhid itu?
Sebenarnya intinya sama saja dengan dzikir lain yang sering kita lakukan. Hakikatnya adalah ingat kepada Allah. Memuji-muji Kebesaran dan Keagungan Ilahi Rabbi. Dan mencoba melakukan komunikasi untuk membangun kedekatan dengan Sang Penguasa alam semesta.
Lantas apa yang membedakamya? Cuma satu, yaitu: totalitas. Dzikir yang kita lakukan pada umumnya, kita sebut sebagai Dzikir Dasar, dilakukan seusai shalat atau waktu-waktu khusus. Dan di luar waktu itu, kita tidak lagi berdzikir.
Sedangkan Dzikir Tauhid adalah upaya berdzikir di sepanjang waktu yang kita miliki. Tidak hanya seusai shalat, tetapi sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Bahkan alam bawah sadar, yang 'menguasai' kita sepanjang tidur pun kita ajak untuk berdzikir. Tiada henti...
Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam berbagai firmamya, bahwa tetaplah berdzikir setelah shalat usai. Dan teruslah berdzikir dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.
QS. An Nisaa' (4) : 103
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
QS. Al Jumu'ah (62) : 10
Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Bahkan di ayat lainnya, Allah memperjelas apa dan bagaimana yang dimaksud dengan Ingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring itu.
QS. Ali Imran (3) : 191
(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sampai berkesimpulan) "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. (Subhanaka) Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Suatu ketika, dalam ceramah di masjid nasional Surabaya, saya melemparkan pertanyaan begini: "menurut anda, tujuan manakah yang lebih penting, dunia ataukah akhirat?" Jamaah menjawab serentak, dan seragam: "Akhirat!"
Saya lanjutkan pertanyaan saya, "Sekarang saya ingin tahu, lebih banyak manakah waktu yang anda gunakan: untuk mengejar akhirat ataukah untuk mengejar dunia?"
Jamaah terdiam. Tak berani menjawab. Saya lihat banyak yang tersenyum kecut. Dengan perlahan ada jamaah yang menjawab: "lebih banyak untuk mengejar dunia..."
Ya, kita ternyata tidak konsisten! Katanya Akhirat lebih penting daripada Dunia. Tetapi kenyataannya, yang kita lakukan sehari-hari lebih banyak mengejar dunia daripada akhirat!
Coba saja hitung waktu dalam sehari yang kita alokasikan untuk kegiatan dunia. Bandingkan dengan waktu untuk mengejar akhirat. Untuk tidur, katakanlah rata-rata 6 jam. Untuk bekerja 8 jam. Untuk makan sekitar 2 jam. Untuk bersantai, OR, nonton TV, baca koran, mendengarkan radio, kurang lebih 3 jam. Untuk berkendara anggap saja 2 jam. Sudah berjumlah: 21 jam!
Sisanya yang 3 jam kita bagi untuk shalat dan berdzikir, masing-masing 20 menit dikalikan 5 waktu, sekitar 100 menit. Baca Qur'an setiap hari 20 menit. Mendengarkan pengajian di TV, Radio, kaset, baca Diskusi, dan beramal kebajikan lainnya, rata-rata 1 jam per hari. Sudah habislah waktu 3 jam yang tersisa...!
Coba lihat kenyataamya: kita habiskan waktu untuk urusan Dunia 21 jam. Sedangkan untuk urusan akhirat cuma 3 jam! Begitukah cara kita mengejar Akhirat ?!
QS. Al An'aam (6) : 70
Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur’an itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, Pertama, doa adalah ibadah, bahkan merupakan inti ibadah, berdasarkan firman Allah:
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (TQS. Ghâfir [40]: 60)
Dalam ayat ini Allah menjadikan doa sebagai ibadah. Allah menyebutkan doa dengan ungkapan “Ibadah kepada-Ku” setelah menyatakan “Berdoalah kepada-Ku”. Apa yang diungkapkan dalam ayat ini persis seperti sabda Rasulullah saw.:
Doa adalah inti ibadah. (at-Tirmidzi mengeluarkan hadits ini dari Nu’man bin Basyir. Ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”)
Jadi doa adalah ibadah, dan Allah sangat mencintai hamba- Nya yang berdoa kepada-Nya. Berdoa hukumnya sunah. Barangsiapa tidak berdoa kepada Allah berar ti ia telah meninggalkan kebaikan yang banyak. Jika seorang hamba tidak berdoa karena sombong, maka ia termasuk golongan yang di sebutkan Allah dalam firman-Nya:
(Mereka) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina. (TQS. Ghâfir [40]: 60).
Termasuk ke dalam pengertian “dâkhirin” pada ayat ini adalah orang-orang yang hina, rendah, dan dihinakan. Kedua, Allah telah menjelasklan agar kita berdoa kepada- Nya, disertai dengan memenuhi seruan-Nya, terikat dengan syariat- Nya, dan mengikuti Rasul-Nya. Allah berfirman:
Dan hendaklah kamu memenuhi seruan-Ku dan berimanlah kepada-Ku agar kamu mendapatkan petunjuk” (TQS al-Baqarah [2]: 186)
.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya: Ia berdoa kepada Allah, tapi makanan dan minumannya dari barang yang diharamkan, maka bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya. (HR. Muslim).
Waktu yang paling utama untuk berdoa adalah di saat sujud, di tengah malam, dan setelah shalat wajib.
Dari Abû Hurairah riwayat Muslim, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Posisi seorang hamba yang paling dekat dari Tuhannya ialah pada saat ia sujud, maka perbanyaklah doa ketika itu.
Dari Abû Umamah, riwayat at-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Abû Umamah berkata, “Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., doa manakah yang paling didengar oleh Allah?” Rasulullah saw. bersabda: Doa di tengah malam dan setelah shalat wajib.
Begitu juga berdoa di bulan Ramadhan mempunyai pahala yang sangat besar. At-Tirmidzi telah mengeluarkan sebuah hadits, ia berkata, “Hadits ini hasan.” Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga orang yang doanya tidak akan di tolak, yaitu orang yang shaum hingga buka, imam yang adil, dan doa orang yang dizhalimi. Allah akan mengangkat doanya hingga ada di atas awan dan akandibukakan baginya pintu-pintu langit. Dan Allah pun berfirman,
“Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu kapan saja.”
Ketiga, keberadaan doa sebagai suatu ibadah tidak berartibahwa kita boleh meninggalkan hukum kausalitas. Sirah Rasulullah saw. adalah bukti yang nyata akan hal ini. Sebagai contoh, Rasulullah saw. telah menyiapkan pasukan untuk perang Badar. Beliau mengatur pasukan masing-masing di tempatnya. Beliau juga telah menyiapkan mereka dengan persiapan yang baik. Kemudian setelah itu beliau masuk ke bangsalnya seraya meminta pertolongan kepada Allah. Beliau pada saat itu banyak sekali berdoa, hingga Abû Bakar berkata, “Wahai Rasulullah!, sebagian dari doamu ini telah cukup.” Rasulullah saw. ketika diperintahkan untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau telah melakukan sebab-sebab yang mungkin dilakukan, yang bisa mengantarkan pada keselamatan. Pada saat yang sama, beliau juga berdoa kepada Allah untuk kekalahan kafir Quraisy, agar Allah memalingkan mereka dari beliau dan menyelamatkannya dari makar mereka, ser ta
menyampaikannya ke Madinah dengan selamat.
Pada saat itu Rasulullah saw. memilih untuk menghadap ke arah selatan dari pada ke arah utara menuju Madinah. Kemudian beliau bersembunyi di gua Tsur bersama Abû Bakar ra. Di gua Tsur itu beliau senantisa menerima berita dari Abdurrahman bin Abû Bakar tentang kaum Quraisy, rencana-rencana mereka, dan apa-apa yang mereka pikirkan untuk mencelakai beliau saw. Kemudian ketika Abdurrahman bin Abû Bakar kembali ke Makkah, ia diperintahkan untuk berjalan sambil menuntun kambing di belakangnya. Tujuannya agar bekas kaki kambing tersebut menghapus bekas kaki Abdurrahman bin Abû Bakar, untuk
mengecoh kafir Quraisy. Rasulullah saw. tinggal di gua Tsur selama tiga hari sampai upaya pencarian beliau tidak dilakukan lagi dengan gencar. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan ke Madinah. Rasul saw. melakukan semua itu, meskipun yakin bahwa beliau akan sampai ke Madinah dengan selamat. Hal ini bisa dibuktikan dari jawaban beliau kepada Abû Bakar yang merasa khawatir ditangkap oleh kafir Quraisy ketika mereka ada persis di depan gua Tsur. Abû Bakar berkata, “Jika salah seorang dari mereka melihat tempat berpijak kedua kakinya niscaya ia akan melihat kita.” Maka Rasulullah saw. berkata kepada Abû Bakar: Jangan kau kira kita hanya berdua. Allah adalah yang ketiga. Allah berfirman:
Maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orangorang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (TQS. at- Taubah [9]: 40)
Ketika Rasulullah saw. dan Abû Bakar hampir disusul oleh Surokoh dalam perjalanan hijrahnya; Surokoh ingin menangkap Rasulullah saw. karena tergiur oleh bayaran yang disediakan oleh kaum Quraisy. Beliau berkata kepada Surokoh agar pulang dan
baginya gelang kisra. Jadi, Rasulullah saw. beraktivitas dengan menggunakan kaidah kausalitas agar kita mengikutinya. Pada saat beliau berdoa, bermunajat kepada Allah agar diselamatkan dari kejaran kafir Quraisy dan agar Allah menolak makar mereka dengan membinasakan mereka; Rasul saw. pun keluar dari rumahnya di waktu malam dan mendapati kaum Quraisy sedang mengepung rumahnya. Beliau kemudian menebarkan tanah pasir ke wajahwajah mereka.
Beliau sangat yakin dan tentram hatinya bahwa Allah akan mengabulkan doanya dan akan memalingkan kaum Quraisy darinya. Begitulah Rasul saw. telah sempurna beramal dengan
menjalani kaidah kausalitas, hingga akhirnya orang-orang yang mengepung rumahnya tertidur dan Rasulullah saw. pun bisa keluar dari rumahnya dengan selamat. Jadi, berdoa tidak berarti meninggalkan usaha dengan menjalani kaidah kausalitas, melainkan doa itu harus senantisa menyertai setiap usaha dengan tetap menjalani kaidah kausalitas. Maka siapa saja yang menginginkan tegaknya kembali Khilafah dalam waktu dekat ini, ia tidak boleh merasa cukup dengan hanya berdoa untuk mewujudkan keinginannya itu. Melainkan ia harus beramal bersama orang-orang yang tengah beraktivitas untuk mewujudkannya. Dia juga harus berdoa kepada Allah, memohon pertolongan untuk mewujudkan Khilafah dan mempercepat terwujudnya. Ia pun harus terus-menerus berdoa dengan ikhlas, dengan tetap berpegang pada kaidah kausalitas. DOA, DZIKIR, DAN ISTIGHFAR
Begitulah yang harus kita lakukan dalam setiap aktivitas. Kita mengikhlaskan amal karena Allah, membenarkan Rasulullah saw., dan berdoa dengan kontinyu. Allah pasti akan mendengar dan mengabulkan doa kita.
Keempat, Allah pasti akan mengabulkan setiap doa orang yang berdoa, dan akan mengabulkan orang yang terdesak dengan kebutuhannya ketika ia berdoa kepada-Nya. Allah berfirman:
Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. (TQS. Ghâfir [40]: 60).
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.. (TQS. al-Baqarah [2]: 186)
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan... (TQS. an-Naml [27]: 62)
Hanya saja harus dipahami bahwa ijabah doa mempunyai pengertian syar’i tersendiri (hakikat syar’iyah) yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda: Tak seorang muslim pun yang berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang di dalamnya tidak dosa dan memutuskan silaturahmi, kecuali Allah akan memberinya salah satu dari tiga perkara, yaitu bisa jadi Allah akan mempercepat terkabulnya doa itu saat di dunia; atau Allah akan menyimpan terkabulnya doa di akhirat kelak, dan bisa jadi Allah akan memalingkan keburukan darinya sesuai dengan kadar doanya. Para sahabat berkata, “Kalau begitu kami akanmemperbanyak doa.” Rasulullah saw. bersabda, “Allah akan lebih
banyak lagi (mengabulkannya).” (HR. Ahmad, al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad)
Seorang hamba yang berdoa akan terus menerus dikabulkan doanya selama ia tidak berdoa dengan dosa dan memutuskan silaturahim, dan selama ia tidak tergesa-gesa ingin cepat dikabulkan. Dikatakan kepada Nabi saw., “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa ingin cepat-cepat dikabulkan?” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu ketika ia berkata, ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa, tapi aku tidak melihat doaku dikabulkan.’ Kemudian ia mengeluh karenanya, dan akhirnya meninggalkan doanya.” (HR. Muslim)
Maksud hadits di atas adalah bahwa terkabulnya doa tidak mesti terwujud di dunia. Doa itu kadang bisa kabulkan di dunia atau Allah akan menyimpannya di akhirat kelak. Dan di akhirat itu akan terdapat pahala yang sangat besar dan banyak. Atau Allah akan memalingkan keburukan darinya sesuai kadar doanya. Jadi kita harus terus berdoa kepada Allah. Apabila kita percaya dan ikhlas, serta taat kepada Allah, maka kita akan bisa meyakini terkabulnya doa di sisi Allah dengan makna yang telah dijelaskan oleh Rasulullah saw.
Selain itu kita juga diperintahkan Allah untuk berdzikir. Allah berfirman: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.. (TQS. al-Baqarah [2]: 152)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (TQS. al-A’raf [7]: 205)
Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (TQS. Jumu’ah [62]: 10)
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (TQS. al-Ahzâb [33]: 41-42)
Dalam hadits mutafaq ‘alaih yang diriwayatkan dari Abû Hurairah ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
Allah Swt. berfirman, “Aku tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu kaum, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekati-Ku dalam jarak sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan, niscaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari.
Dan dalam hadits Muslim yang telah diriwayatkan dari Abû Hurairah, ia berkata:
Rasulullah saw. berjalan di jalan Makkah, kemudian beliau melewati unung Jamdan. Maka Rasul saw. bersabda, “Berjalanlah, ini adalah gunung Jamdan. Dahulu di sini terdapat kaum Mufarridûn.” Para sahabat berkata, “Apa itu kaum Mufarridûn Ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Orang-orang yang banyak dzikir kepada Allah.
Al-Qarafi berkata dalam kitab ad-Dakhîrah. Ia berkata hadits ini hasan, “Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir dengan lisan; dzikir ini sangat baik jika dilakukan. Tapi ada dzikir yang lebih baik lagi yaitu mengingat Allah ketika melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.”
Sedangkan istighfar hukumnya sunah seperti halnya berdzikir. Allah berfirman :
Dan yang memohon ampun di waktu sahur. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 17)
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(TQS.an-Nisa [4]: 110)
Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (TQS. al-Anfâl [8]: 33)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 135)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abû Hurairah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, jika saja kalian tidak pernah berbuat dosa, pasti Allah sudah melenyapkan kalian, kemudian mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa. Kemudian mereka memohon ampunan kepada Allah, lalu Allah pun akan mengampuni mereka.
At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih telah meriwayatkan dari Anas, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah berfirman, “Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau selama berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku pasti akan memberikan ampunan kepadamu atas segala dosa-dosamu dan Aku tidak akan
mempedulikan (kecil dan besarnya dosa). Wahai anak Adam, andaikata dosa-dosamu sampai ke Langit kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh Bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku, tapi engkau tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, maka pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh Bumi.
Ahmad dan al-Hâkim telah meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dan disetujui oleh adz-Dzahabi dari Abû Said al-Hudri dari Nabi saw, beliau bersabda: Iblis pernah berkata, “Demi kemuliaan-Mu, aku tidak akan berhenti menyesatkan hamba-hamba-Mu selama ruh masih menempel di badan mereka.” Kemudian Allah berfirman, “Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku tak akan berhenti memberikan ampunan kepada mereka selama mereka meminta ampunan kepada-Ku.”
Dari Abdullah bin Basyar, dari Ibnu Majah dengan sanad yang shahih, ia berkata; aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Berbahagialah bagi orang yang di dalam catatan amal mereka menemukan istighfar yang banyak
Dalam hadits yang panjang, yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abû Dzar dari Nabi saw., dari Allah ‘Azza wa Jalla, bahwasanya Dia telah berfirman:
Wahai hambaku!, sesungguhnya kamu pasti melakukan kesalahan siang dan malam. Tapi Aku akan senantiasa mengampuni seluruh dosa, maka mintalah ampunan kepada–Ku...karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
Allah mengingatkan kepada kita secara tersirat tapi tegas dalam ayat di atas. Jangan sampai kita tertipu oleh dunia. Sehingga kelak menyesal, setelah terlambat. Dunia ini cuma ujian dan cobaan bagi manusia. Kebahagiaan sesungguhnya berada di akhirat. Dan saya kira kita semua sudah paham. Tidak pelu lagi kita bahas lagi di sini.
Saya cuma ingin membangunkan kesadaran kita semua, bahwa selama ini kita telah tertipu oleh angan-angan kosong kita sendiri. Dan tanpa sadar menjadi tidak konsisten. Bahkan tidak masuk akal. Apa yang menjadi `tujuan utama' kita lalaikan, sedangkan yang menjadi 'tujuan antara' kita kejar habis-habisan. Allah mengkritik keras orang-orang yang bodoh dan lalai.
QS. Ar Ruum (30) : 7
Mereka hanya mengetahui yang lahiriah (saja) dari kehidupan dunia; sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.
QS. Adz Dzaariyaat (51) : 11
(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai,
Maka, apakah yang harus kita lakukan? Jawabnya sederhana saja: "bertindaklah yang proporsional." Kalau kita sudah paham bahwa akhirat adalah tujuan utama, maka utamakanlah dia. Sedangkan dunia hanyalah 'tujuan antara', maka jadikanlah dia sebagai perantara untuk mencapai tujuan akhirat.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya jamaah. Masa iya, kita tinggalkan semua kegiatan dunia, seperti bekerja, olahraga, berkeluarga, berkumpul teman-teman, dan sebagainya. Dan kemudian hanya melakukan shalat, dzikir, baca Qur'an, puasa, berhaji, dan sebagainya?
Ah, kita harus lebih cerdas dalam merumuskan masalah. Allah menyukai orang yang mengunakan akalnya di dalam beribadah. Dan tidak suka kepada mereka yang sekadar ikutan-ikutan dan terbenam dalam kebodohan dan lalai, kata ayat di atas.
Allah telah memberikan petunjuk kepada kita untuk mencapai dua kebahagiaan sekaligus, kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat.
QS. Al Qashash (28) : 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Lantas, bagaimana formulasinya? Bukankah waktu kita terbatas hanya 24 jam sehari. Bagaimana membagi waktu untuk kegiatan akhirat dan duniawi. Nah, inilah yang kita sebut: DZIKIR TAUHID.
Kita tidak perlu memisah-misahkan antara kegiatan dunia dan akhirat. Karena keduanya adalah karunia Allah. Yang satu diberikan sekarang, dan yang lainnya diberikan nanti. Kedua-duanya harus kita Ambil dan kita nikmati. Kebahagiaan dunia kita nikmati. Kebahagiaan akhirat pun kita raih.
Karena sekarang ini adalah kehidupan dunia, maka jadikanlah kehidupan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Jangan ditinggalkan. Jangan dijauhi atau dilalaikan.
Jangan tidak bekerja, dengan alasan mengganggu shalat dan dzikir anda. Jangan tidak berolahraga karena alasan nanti nggak sempat baca Al Qur’an. Jangan pula tidak berumah tangga, karena takut menganggu kedekatan kita kepada Allah. Karena, semuanya itu bisa dilakukan secara simultan. Betapa banyaknya, orang yang bekerja tetapi tetap bisa melakukan shalat dan dzikir kepada Allah.
Betapa banyaknya pula orang yang berolahrga sambil menghafalkan ayat Qur'an. Bahkan menemukan makna ayat Qur'an dari segala yang terhampar di sekitarnya. Dan betapa banyaknya orang-orang yang berumah tangga sambil memenuhi perintah Allah untuk menyiapkan generasi berkualitas di masa depan yang akan mengembalikan kejayaan umat Islam sebagai umat teladan...
Dunia ini bukan untuk diabaikan. Tapi untuk dikelola supaya memberikan kebahagiaan kepada manusia. Tapi ingat, ini bukan tujuan final. Karena kita sedang menuju kehidupan yang lebih abadi, yaitu akhirat. Karena itu raihlah dunia sebanyak-banyaknya untuk digunakan beramat kebajikan bagi kehidupan akhirat kelak, sebesar-besarnya.
Seorang muslim harus berusaha menjadi kaya, agar bisa naik haji. Agar bisa menolong orang miskin. Agar bisa membantu anak-anak yatim. Agar bisa menyekolahkan anak-anaknya menjadi generasi yang kuat. Agar bisa menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman. Dan berbagai kenikmatan lainnya.
Seorang muslim juga harus pandai dan berilmu pengetahuan tinggi, agar kita tidak terus menerus dibodohi seperti sekarang. Agar bisa membangun pusat-pusat penelitian yang mengantarkan kita bisa memahami ayat-ayat Allah di alam semesta dan lingkungan hidup kita. Yang akan menambah kedekatan kita kepada Allah.
Seorang muslim juga harus berusaha menjadi penguasa, agar potensi umat islam ini bisa dikelola secara baik. Hidup damai sejahtera dalam negeriyang dirahmati dan diridloi oleh Allah. Kalau negeri ini dikendalikan oleh orang-orang yang tidak peduli pada Islam, maka kehidupan umat Islam akan sangat memprihatinkan. Sebagaimana terlihat di berbagai belahan dunia, dimana umat Islam minoritas.
Pokoknya umat Islam harus maju dalam segala bidang. Dunia harus berada dalam genggaman kita. Bukannya malah tersingkir dari kenikmatan dunia. Padahal dunia dan segala isinya ini diciptakan oleh Allah untuk kita. Tapi malah kita cuekin, sungguh kita berdosa kepada Allah. Kita melecehkan Allah yang telah membuat semua ini untuk kebahagiaan manusia...
QS. Al Baqarah (2) : 29
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
QS. Al Mukmin (40) : 79
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiamya untuk kamu makan.
QS. Ibrahim (4) : 32
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
QS. An Nahl (16) : 14
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang bercerita tentang betapa Allah telah menciptakan segala yang ada ini untuk kebahagian manusia. Tidak ada ayat yang melarang kita menikmatinya. Yang dilarang itu adalah hidup bermewah-mewahan dan bermegah-megahan, sehingga lupa dari mengingat Allah.
QS. Al Waaqi'ah (56) : 45-46
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.
QS. At Takatsur (102) : 1-2
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Jadi, prinsip dasarnya adalah kembali kepada 'mengingat' Allah. Berdzikir kepada Allah. Mengorientasikan segala aktifitas hanya kepada Allah. Jangan lalai. Nanti, tahu-tahu mati. Masuk liang kubur. Tanpa persiapan apa pun untuk kehidupan akhirat.
Maka, lakukanlah Dzikir Tauhid. Berdzikir hanya untuk meng-ESA-kan Allah. Men-TAUHID-kan Sang Maha Perkasa. Dalam segala aktifitas kita. Di seluruh waktu yang kita lalui. Di segala tempat yang kita singgahi. Dalam kondisi apa pun yang kita alami, suka dan duka...
Tak ada lagi waktu yang memisahkan antara kita dan DIA. Waktu boleh mengikat jasmani kita untuk menjadi semakin tua. Tetapi hati dan jiwa kita tidak pernah lepas dari sang Penguasa Waktu. Bertasbihlah mengagungkan Kebesarannya di waktu pagi dan petang hari.
QS. Al Fath (48) : 9
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Demikian pula, tidak ada ruang yang bisa memisahkan kita dengan Allah. Dia begitu dekatnya dengan kita. Bahkan lebih dekat dari diri kita sendiri. la telah meliputi kita setiap saat, setiap waktu. Dan, dimana pun kita berada. Kemana pun kita menghadap, di situlah kita sedang berhadapan dengan wajah Allah.
QS. Al Baqarah (2) : 15
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Yang tersisa, tinggallah kesadaran kita. Bisakah kita mempertahankan kesadaran untuk ingat dan berdzikir kepada Allah dalam seluruh ruang dan waktu yang kita lalui. Janganlah kita menjadi makhluk yang memiliki kesadaran lebih rendah dari binatang, karena lalai mengingat Allah.
QS. Al A'raaf (7) : 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakamya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakamya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakamya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Sekali lagi, inilah inti kepahaman dari praktek Dzikir Tauhid. Sejak bangun tidur sampai tidur kembali kita berdzikir kepada Allah. Beristighfar, mohon ampunan, bertasbih memuji Kebesaran dan Keagungan Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang kita rasakan, bertakbir untuk mengecilkan diri di hadapamya, dan akhirnya melenyapkan diri dan ego kita terhadap EGO Allah dalam segala aktifitas yang kita jalani...
Bukan hal yang mudah untuk memahamkan 'DZIKIR TAUHID' ini kepada pembaca dalam waktu yang singkat. Karena itu, saya menyertai Diskusi ini dengan 'Kegiatan Pelatihan' agar bisa memberikan kepahaman yang tuntas, sekaligus mempraktekkan isinya. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai KESADARAN TAUHID yang pernah kita bahas.
Untuk itu kita akan berlatih mengikuti tahapan-tahapan berikut:
1. Merasakan keberadaan diri kita dan alam semesta secara holistik. Karena, dengan menyadari keberadaan itulah kita akan mengenal dan merasakan kehadiran Sang Pencipta.
2. Meniadakan diri. Karena, ternyata segala yang ada ini hanya semu belaka. Yang ada cuma DIA. Kita tidak ada. Kita hanya bayangan dari Dzat Tunggal, Allah Azza wajalla. DOA, DZIKIR, DAN ISTIGHFAR
3. Menyatukan diri dalam harmoni alam semesta. Merasakan keselarasan sumatullah dan eksistensiNya. Itulah saat-saat kita bisa merasakan kehadiran Allah dalam kesadaran kita.
4. Melebur dalam realitas. Melatih kepahaman dan rasa, bahwa segala realitas ini adalah DIA. Karena itu jangan mengambil jarak dari realitas. Justru harus mencebur dan melebur. Menyatu kan diri dengan Eksistensi Allah di alam semesta dan kehidupan sekitar. Salah besar kalau ada orang yang beranggapan bahwa cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menyepi. Bukan! Allah justru hadir di keseharian kita. IA hadir di pendengaran kita. IA hadir di penglihatan kita. IA hadir di ucapan-ucapan kita. IA hadir di denyut jantung, nafas, pencernaan, metabolisme, dan seluruh aktifitas kehidupan kita. la hadir di seluruh kesibukan alam sementa. Karena DIAlah memang yang mengendalikan seluruhnya. Dialah Tuhannya alam semesta. Dan setiap saat, DIA selalu dalam kesibukan untuk mengendalikannya.
QS. Ar Rahman (55) : 29
Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
Ketika kita sudah bisa merasakan KESADARAN TAUHID lewat DZIKIR TAUHID, maka Allah selalu hadir dalam kehidupan kita. Tak pernah terpisah lagi. 24 jam sehari semalam, selalu bersamaNya. Apa pun yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami adalah semata-mata DIA yang berada di baliknya.
Burung beterbangan mengingatkan kita kepada Allah. Gunung gemunung nan indah mengingatkan kepada Allah. Bintang gemintang mengingatkan kepada Allah. Burai cahaya matahari pun selalu mengingatkan kepada Allah. Bahkan gemuruh hujan dan petir yang sahut menyahut, juga mengingatkan kepada Allah. Karena pada hakikat mereka semua sedang berdzikir dan bertasbih kepadaNya.
QS. An Nuur (24) : 41
Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Bahkan digambarkan nabi Daud bisa melakukan DZIKIR TAUHID bersama gunung dan burung-burung.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 79
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.
Digambarkan juga nabi Ibrahim yang berdzikir dan bertafakur bersama bintang dan benda-benda langit, sampai beliau merasakan Kesadaran Tauhid yang mendalam tentang Eksistensi Allah.
QS. Al An'am (6) : 75
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkamya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.
Puncak 'Kesadaran Tauhid' dicapai oleh Nabi Muhammad saw, pada saat Isra' Mi'raj. Kedekatannya dengan Allah, dan kemuliaan budi pekerti beliau telah mengantarkannya mencapai puncak langit. Sangat dekat dengan Arsy Allah. Di sanalah Rasulullah saw diperlihatkan rahasia yang belum pernah diperlihatkan kepada manusia dan para rasul sebelumnya.
QS. An Najm (53) : 14-18
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatamya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Jadi, orang yang telah mencapai KESADARAN TAUHID akan memperoleh informasi yang tidak pernah diketahui oleh orang lain sebelumnya, karena ia telah berada sangat dekat dengan Sumber Utamanya. Itu pula yang dialami oleh nabi Muhammad saw. Selain pernah mencapai Sidratul Muntaha, Rasulullah juga memiliki pengetahuan yang mendalam tentang berbagai hal ghaib.
At Takwir (81) : 24
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.
Bahkan kedekatamya dengan Allah demikian intensnya sehingga digambarkan bisa 'melihat' Arsy Allah dan para malaikat yang sedang berkeliling di sekitarnya.
QS. Az Zumar (39) : 75
Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling 'Arsy bertasbih memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Di ayat berikut ini, bahkan Allah menyuruh manusia untuk bertanya tentang DIA kepada beliau, karena beliau sangat paham tentang siapa dan bagaimana Allah.
QS. Al Furqaan (25) : 59
Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
Begitulah gambaran, seseorang yang telah mencapai kesadaran Tauhid yang sangat tinggi. Inilah yang ingin kita teladani. Meskipun, boleh jadi tingkatan kita akan jauh di bawahnya.
Namun, karena kita kini bisa mengukur kualitas kekhusyukan dengan kamera Aura, maka kita akan bisa berlatih secara lebih terarah dalam mencapai tingkat keimanan yang lebih baik.
Ditinjau dari auranya, orang yang telah memiliki Kesadaran Tauhid tinggi akan memancarkan warna keputih-putihan meskipun tidak sedang dalam kondisi Dzikir Dasar. Dia tidak kelihatan seperti orang yang berdzikir, tetapi kualitas auranya seperti orang yang sedang intens berdzikir.
Kenapa bisa demikian? Karena sebenarnya, dalam kondisi apa pun orang tersebut senantiasa berdzikir di 'dalam hatinya'. Sambil bekerja ia berdzikir. Sambil makan ia berdzikir. Bahkan sambil tidur pun ia selalu berdzikir.
Maka, orang yang seperti ini, alam bawah sadarnya akan terisi oleh kalimat-kalimat dzikir itu. Dan, Allah bakal selalu hadir di dalam seluruh hidupnya. Ketika terjaga maupun tidurnya. Di alam sadar, maupun bawah sadarnya...
QS. Al A'raaf (7) : 205
Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai...
QS. Al Hadiid (57) : 4
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Pertama, doa adalah ibadah, bahkan merupakan inti ibadah, berdasarkan firman Allah:
Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (TQS. Ghâfir [40]: 60)
Dalam ayat ini Allah menjadikan doa sebagai ibadah. Allah menyebutkan doa dengan ungkapan “Ibadah kepada-Ku” setelah menyatakan “Berdoalah kepada-Ku”. Apa yang diungkapkan dalam ayat ini persis seperti sabda Rasulullah saw.:
Doa adalah inti ibadah. (at-Tirmidzi mengeluarkan hadits ini dari Nu’man bin Basyir. Ia berkata, “Hadits ini hasan shahih”)
Jadi doa adalah ibadah, dan Allah sangat mencintai hamba- Nya yang berdoa kepada-Nya. Berdoa hukumnya sunah. Barangsiapa tidak berdoa kepada Allah berar ti ia telah meninggalkan kebaikan yang banyak. Jika seorang hamba tidak berdoa karena sombong, maka ia termasuk golongan yang di sebutkan Allah dalam firman-Nya:
(Mereka) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina. (TQS. Ghâfir [40]: 60).
Termasuk ke dalam pengertian “dâkhirin” pada ayat ini adalah orang-orang yang hina, rendah, dan dihinakan. Kedua, Allah telah menjelasklan agar kita berdoa kepada- Nya, disertai dengan memenuhi seruan-Nya, terikat dengan syariat- Nya, dan mengikuti Rasul-Nya. Allah berfirman:
Dan hendaklah kamu memenuhi seruan-Ku dan berimanlah kepada-Ku agar kamu mendapatkan petunjuk” (TQS al-Baqarah [2]: 186)
.
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya: Ia berdoa kepada Allah, tapi makanan dan minumannya dari barang yang diharamkan, maka bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya. (HR. Muslim).
Waktu yang paling utama untuk berdoa adalah di saat sujud, di tengah malam, dan setelah shalat wajib.
Dari Abû Hurairah riwayat Muslim, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Posisi seorang hamba yang paling dekat dari Tuhannya ialah pada saat ia sujud, maka perbanyaklah doa ketika itu.
Dari Abû Umamah, riwayat at-Tirmidzi, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Abû Umamah berkata, “Pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw., doa manakah yang paling didengar oleh Allah?” Rasulullah saw. bersabda: Doa di tengah malam dan setelah shalat wajib.
Begitu juga berdoa di bulan Ramadhan mempunyai pahala yang sangat besar. At-Tirmidzi telah mengeluarkan sebuah hadits, ia berkata, “Hadits ini hasan.” Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Ada tiga orang yang doanya tidak akan di tolak, yaitu orang yang shaum hingga buka, imam yang adil, dan doa orang yang dizhalimi. Allah akan mengangkat doanya hingga ada di atas awan dan akandibukakan baginya pintu-pintu langit. Dan Allah pun berfirman,
“Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu kapan saja.”
Ketiga, keberadaan doa sebagai suatu ibadah tidak berartibahwa kita boleh meninggalkan hukum kausalitas. Sirah Rasulullah saw. adalah bukti yang nyata akan hal ini. Sebagai contoh, Rasulullah saw. telah menyiapkan pasukan untuk perang Badar. Beliau mengatur pasukan masing-masing di tempatnya. Beliau juga telah menyiapkan mereka dengan persiapan yang baik. Kemudian setelah itu beliau masuk ke bangsalnya seraya meminta pertolongan kepada Allah. Beliau pada saat itu banyak sekali berdoa, hingga Abû Bakar berkata, “Wahai Rasulullah!, sebagian dari doamu ini telah cukup.” Rasulullah saw. ketika diperintahkan untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau telah melakukan sebab-sebab yang mungkin dilakukan, yang bisa mengantarkan pada keselamatan. Pada saat yang sama, beliau juga berdoa kepada Allah untuk kekalahan kafir Quraisy, agar Allah memalingkan mereka dari beliau dan menyelamatkannya dari makar mereka, ser ta
menyampaikannya ke Madinah dengan selamat.
Pada saat itu Rasulullah saw. memilih untuk menghadap ke arah selatan dari pada ke arah utara menuju Madinah. Kemudian beliau bersembunyi di gua Tsur bersama Abû Bakar ra. Di gua Tsur itu beliau senantisa menerima berita dari Abdurrahman bin Abû Bakar tentang kaum Quraisy, rencana-rencana mereka, dan apa-apa yang mereka pikirkan untuk mencelakai beliau saw. Kemudian ketika Abdurrahman bin Abû Bakar kembali ke Makkah, ia diperintahkan untuk berjalan sambil menuntun kambing di belakangnya. Tujuannya agar bekas kaki kambing tersebut menghapus bekas kaki Abdurrahman bin Abû Bakar, untuk
mengecoh kafir Quraisy. Rasulullah saw. tinggal di gua Tsur selama tiga hari sampai upaya pencarian beliau tidak dilakukan lagi dengan gencar. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan ke Madinah. Rasul saw. melakukan semua itu, meskipun yakin bahwa beliau akan sampai ke Madinah dengan selamat. Hal ini bisa dibuktikan dari jawaban beliau kepada Abû Bakar yang merasa khawatir ditangkap oleh kafir Quraisy ketika mereka ada persis di depan gua Tsur. Abû Bakar berkata, “Jika salah seorang dari mereka melihat tempat berpijak kedua kakinya niscaya ia akan melihat kita.” Maka Rasulullah saw. berkata kepada Abû Bakar: Jangan kau kira kita hanya berdua. Allah adalah yang ketiga. Allah berfirman:
Maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orangorang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (TQS. at- Taubah [9]: 40)
Ketika Rasulullah saw. dan Abû Bakar hampir disusul oleh Surokoh dalam perjalanan hijrahnya; Surokoh ingin menangkap Rasulullah saw. karena tergiur oleh bayaran yang disediakan oleh kaum Quraisy. Beliau berkata kepada Surokoh agar pulang dan
baginya gelang kisra. Jadi, Rasulullah saw. beraktivitas dengan menggunakan kaidah kausalitas agar kita mengikutinya. Pada saat beliau berdoa, bermunajat kepada Allah agar diselamatkan dari kejaran kafir Quraisy dan agar Allah menolak makar mereka dengan membinasakan mereka; Rasul saw. pun keluar dari rumahnya di waktu malam dan mendapati kaum Quraisy sedang mengepung rumahnya. Beliau kemudian menebarkan tanah pasir ke wajahwajah mereka.
Beliau sangat yakin dan tentram hatinya bahwa Allah akan mengabulkan doanya dan akan memalingkan kaum Quraisy darinya. Begitulah Rasul saw. telah sempurna beramal dengan
menjalani kaidah kausalitas, hingga akhirnya orang-orang yang mengepung rumahnya tertidur dan Rasulullah saw. pun bisa keluar dari rumahnya dengan selamat. Jadi, berdoa tidak berarti meninggalkan usaha dengan menjalani kaidah kausalitas, melainkan doa itu harus senantisa menyertai setiap usaha dengan tetap menjalani kaidah kausalitas. Maka siapa saja yang menginginkan tegaknya kembali Khilafah dalam waktu dekat ini, ia tidak boleh merasa cukup dengan hanya berdoa untuk mewujudkan keinginannya itu. Melainkan ia harus beramal bersama orang-orang yang tengah beraktivitas untuk mewujudkannya. Dia juga harus berdoa kepada Allah, memohon pertolongan untuk mewujudkan Khilafah dan mempercepat terwujudnya. Ia pun harus terus-menerus berdoa dengan ikhlas, dengan tetap berpegang pada kaidah kausalitas.
Kini sampailah kita pada bagian terakhir dari pembahasan Diskusi ini, yaitu: DZIKIR TAUHID. Mungkin anda bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan Dzikir Tauhid itu?
Sebenarnya intinya sama saja dengan dzikir lain yang sering kita lakukan. Hakikatnya adalah ingat kepada Allah. Memuji-muji Kebesaran dan Keagungan Ilahi Rabbi. Dan mencoba melakukan komunikasi untuk membangun kedekatan dengan Sang Penguasa alam semesta.
Lantas apa yang membedakamya? Cuma satu, yaitu: totalitas. Dzikir yang kita lakukan pada umumnya, kita sebut sebagai Dzikir Dasar, dilakukan seusai shalat atau waktu-waktu khusus. Dan di luar waktu itu, kita tidak lagi berdzikir.
Sedangkan Dzikir Tauhid adalah upaya berdzikir di sepanjang waktu yang kita miliki. Tidak hanya seusai shalat, tetapi sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Bahkan alam bawah sadar, yang 'menguasai' kita sepanjang tidur pun kita ajak untuk berdzikir. Tiada henti...
Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam berbagai firmamya, bahwa tetaplah berdzikir setelah shalat usai. Dan teruslah berdzikir dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.
QS. An Nisaa' (4) : 103
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
QS. Al Jumu'ah (62) : 10
Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan berdzikirlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Bahkan di ayat lainnya, Allah memperjelas apa dan bagaimana yang dimaksud dengan Ingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring itu.
QS. Ali Imran (3) : 191
(yaitu) orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sampai berkesimpulan) "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. (Subhanaka) Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Suatu ketika, dalam ceramah di masjid nasional Surabaya, saya melemparkan pertanyaan begini: "menurut anda, tujuan manakah yang lebih penting, dunia ataukah akhirat?" Jamaah menjawab serentak, dan seragam: "Akhirat!"
Saya lanjutkan pertanyaan saya, "Sekarang saya ingin tahu, lebih banyak manakah waktu yang anda gunakan: untuk mengejar akhirat ataukah untuk mengejar dunia?"
Jamaah terdiam. Tak berani menjawab. Saya lihat banyak yang tersenyum kecut. Dengan perlahan ada jamaah yang menjawab: "lebih banyak untuk mengejar dunia..."
Ya, kita ternyata tidak konsisten! Katanya Akhirat lebih penting daripada Dunia. Tetapi kenyataannya, yang kita lakukan sehari-hari lebih banyak mengejar dunia daripada akhirat!
Coba saja hitung waktu dalam sehari yang kita alokasikan untuk kegiatan dunia. Bandingkan dengan waktu untuk mengejar akhirat. Untuk tidur, katakanlah rata-rata 6 jam. Untuk bekerja 8 jam. Untuk makan sekitar 2 jam. Untuk bersantai, OR, nonton TV, baca koran, mendengarkan radio, kurang lebih 3 jam. Untuk berkendara anggap saja 2 jam. Sudah berjumlah: 21 jam!
Sisanya yang 3 jam kita bagi untuk shalat dan berdzikir, masing-masing 20 menit dikalikan 5 waktu, sekitar 100 menit. Baca Qur'an setiap hari 20 menit. Mendengarkan pengajian di TV, Radio, kaset, baca Diskusi, dan beramal kebajikan lainnya, rata-rata 1 jam per hari. Sudah habislah waktu 3 jam yang tersisa...!
Coba lihat kenyataamya: kita habiskan waktu untuk urusan Dunia 21 jam. Sedangkan untuk urusan akhirat cuma 3 jam! Begitukah cara kita mengejar Akhirat ?!
QS. Al An'aam (6) : 70
Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al Qur’an itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafa'at selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
Allah mengingatkan kepada kita secara tersirat tapi tegas dalam ayat di atas. Jangan sampai kita tertipu oleh dunia. Sehingga kelak menyesal, setelah terlambat. Dunia ini cuma ujian dan cobaan bagi manusia. Kebahagiaan sesungguhnya berada di akhirat. Dan saya kira kita semua sudah paham. Tidak pelu lagi kita bahas lagi di sini.
Saya cuma ingin membangunkan kesadaran kita semua, bahwa selama ini kita telah tertipu oleh angan-angan kosong kita sendiri. Dan tanpa sadar menjadi tidak konsisten. Bahkan tidak masuk akal. Apa yang menjadi `tujuan utama' kita lalaikan, sedangkan yang menjadi 'tujuan antara' kita kejar habis-habisan. Allah mengkritik keras orang-orang yang bodoh dan lalai.
QS. Ar Ruum (30) : 7
Mereka hanya mengetahui yang lahiriah (saja) dari kehidupan dunia; sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.
QS. Adz Dzaariyaat (51) : 11
(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai,
Maka, apakah yang harus kita lakukan? Jawabnya sederhana saja: "bertindaklah yang proporsional." Kalau kita sudah paham bahwa akhirat adalah tujuan utama, maka utamakanlah dia. Sedangkan dunia hanyalah 'tujuan antara', maka jadikanlah dia sebagai perantara untuk mencapai tujuan akhirat.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya jamaah. Masa iya, kita tinggalkan semua kegiatan dunia, seperti bekerja, olahraga, berkeluarga, berkumpul teman-teman, dan sebagainya. Dan kemudian hanya melakukan shalat, dzikir, baca Qur'an, puasa, berhaji, dan sebagainya?
Ah, kita harus lebih cerdas dalam merumuskan masalah. Allah menyukai orang yang mengunakan akalnya di dalam beribadah. Dan tidak suka kepada mereka yang sekadar ikutan-ikutan dan terbenam dalam kebodohan dan lalai, kata ayat di atas.
Allah telah memberikan petunjuk kepada kita untuk mencapai dua kebahagiaan sekaligus, kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat.
QS. Al Qashash (28) : 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari duniawi dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Lantas, bagaimana formulasinya? Bukankah waktu kita terbatas hanya 24 jam sehari. Bagaimana membagi waktu untuk kegiatan akhirat dan duniawi. Nah, inilah yang kita sebut: DZIKIR TAUHID.
Kita tidak perlu memisah-misahkan antara kegiatan dunia dan akhirat. Karena keduanya adalah karunia Allah. Yang satu diberikan sekarang, dan yang lainnya diberikan nanti. Kedua-duanya harus kita Ambil dan kita nikmati. Kebahagiaan dunia kita nikmati. Kebahagiaan akhirat pun kita raih.
Karena sekarang ini adalah kehidupan dunia, maka jadikanlah kehidupan dunia sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Jangan ditinggalkan. Jangan dijauhi atau dilalaikan.
Jangan tidak bekerja, dengan alasan mengganggu shalat dan dzikir anda. Jangan tidak berolahraga karena alasan nanti nggak sempat baca Al Qur’an. Jangan pula tidak berumah tangga, karena takut menganggu kedekatan kita kepada Allah. Karena, semuanya itu bisa dilakukan secara simultan. Betapa banyaknya, orang yang bekerja tetapi tetap bisa melakukan shalat dan dzikir kepada Allah.
Betapa banyaknya pula orang yang berolahrga sambil menghafalkan ayat Qur'an. Bahkan menemukan makna ayat Qur'an dari segala yang terhampar di sekitarnya. Dan betapa banyaknya orang-orang yang berumah tangga sambil memenuhi perintah Allah untuk menyiapkan generasi berkualitas di masa depan yang akan mengembalikan kejayaan umat Islam sebagai umat teladan...
Dunia ini bukan untuk diabaikan. Tapi untuk dikelola supaya memberikan kebahagiaan kepada manusia. Tapi ingat, ini bukan tujuan final. Karena kita sedang menuju kehidupan yang lebih abadi, yaitu akhirat. Karena itu raihlah dunia sebanyak-banyaknya untuk digunakan beramat kebajikan bagi kehidupan akhirat kelak, sebesar-besarnya.
Seorang muslim harus berusaha menjadi kaya, agar bisa naik haji. Agar bisa menolong orang miskin. Agar bisa membantu anak-anak yatim. Agar bisa menyekolahkan anak-anaknya menjadi generasi yang kuat. Agar bisa menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan nyaman. Dan berbagai kenikmatan lainnya.
Seorang muslim juga harus pandai dan berilmu pengetahuan tinggi, agar kita tidak terus menerus dibodohi seperti sekarang. Agar bisa membangun pusat-pusat penelitian yang mengantarkan kita bisa memahami ayat-ayat Allah di alam semesta dan lingkungan hidup kita. Yang akan menambah kedekatan kita kepada Allah.
Seorang muslim juga harus berusaha menjadi penguasa, agar potensi umat islam ini bisa dikelola secara baik. Hidup damai sejahtera dalam negeriyang dirahmati dan diridloi oleh Allah. Kalau negeri ini dikendalikan oleh orang-orang yang tidak peduli pada Islam, maka kehidupan umat Islam akan sangat memprihatinkan. Sebagaimana terlihat di berbagai belahan dunia, dimana umat Islam minoritas.
Pokoknya umat Islam harus maju dalam segala bidang. Dunia harus berada dalam genggaman kita. Bukannya malah tersingkir dari kenikmatan dunia. Padahal dunia dan segala isinya ini diciptakan oleh Allah untuk kita. Tapi malah kita cuekin, sungguh kita berdosa kepada Allah. Kita melecehkan Allah yang telah membuat semua ini untuk kebahagiaan manusia...
QS. Al Baqarah (2) : 29
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
QS. Al Mukmin (40) : 79
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiamya untuk kamu makan.
QS. Ibrahim (4) : 32
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
QS. An Nahl (16) : 14
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang bercerita tentang betapa Allah telah menciptakan segala yang ada ini untuk kebahagian manusia. Tidak ada ayat yang melarang kita menikmatinya. Yang dilarang itu adalah hidup bermewah-mewahan dan bermegah-megahan, sehingga lupa dari mengingat Allah.
QS. Al Waaqi'ah (56) : 45-46
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.
QS. At Takatsur (102) : 1-2
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Jadi, prinsip dasarnya adalah kembali kepada 'mengingat' Allah. Berdzikir kepada Allah. Mengorientasikan segala aktifitas hanya kepada Allah. Jangan lalai. Nanti, tahu-tahu mati. Masuk liang kubur. Tanpa persiapan apa pun untuk kehidupan akhirat.
Maka, lakukanlah Dzikir Tauhid. Berdzikir hanya untuk meng-ESA-kan Allah. Men-TAUHID-kan Sang Maha Perkasa. Dalam segala aktifitas kita. Di seluruh waktu yang kita lalui. Di segala tempat yang kita singgahi. Dalam kondisi apa pun yang kita alami, suka dan duka...
Tak ada lagi waktu yang memisahkan antara kita dan DIA. Waktu boleh mengikat jasmani kita untuk menjadi semakin tua. Tetapi hati dan jiwa kita tidak pernah lepas dari sang Penguasa Waktu. Bertasbihlah mengagungkan Kebesarannya di waktu pagi dan petang hari.
QS. Al Fath (48) : 9
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Demikian pula, tidak ada ruang yang bisa memisahkan kita dengan Allah. Dia begitu dekatnya dengan kita. Bahkan lebih dekat dari diri kita sendiri. la telah meliputi kita setiap saat, setiap waktu. Dan, dimana pun kita berada. Kemana pun kita menghadap, di situlah kita sedang berhadapan dengan wajah Allah.
QS. Al Baqarah (2) : 15
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Yang tersisa, tinggallah kesadaran kita. Bisakah kita mempertahankan kesadaran untuk ingat dan berdzikir kepada Allah dalam seluruh ruang dan waktu yang kita lalui. Janganlah kita menjadi makhluk yang memiliki kesadaran lebih rendah dari binatang, karena lalai mengingat Allah.
QS. Al A'raaf (7) : 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakamya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakamya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakamya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Sekali lagi, inilah inti kepahaman dari praktek Dzikir Tauhid. Sejak bangun tidur sampai tidur kembali kita berdzikir kepada Allah. Beristighfar, mohon ampunan, bertasbih memuji Kebesaran dan Keagungan Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang kita rasakan, bertakbir untuk mengecilkan diri di hadapamya, dan akhirnya melenyapkan diri dan ego kita terhadap EGO Allah dalam segala aktifitas yang kita jalani...
Bukan hal yang mudah untuk memahamkan 'DZIKIR TAUHID' ini kepada pembaca dalam waktu yang singkat. Karena itu, saya menyertai Diskusi ini dengan 'Kegiatan Pelatihan' agar bisa memberikan kepahaman yang tuntas, sekaligus mempraktekkan isinya. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai KESADARAN TAUHID yang pernah kita bahas.
Untuk itu kita akan berlatih mengikuti tahapan-tahapan berikut:
1. Merasakan keberadaan diri kita dan alam semesta secara holistik. Karena, dengan menyadari keberadaan itulah kita akan mengenal dan merasakan kehadiran Sang Pencipta.
2. Meniadakan diri. Karena, ternyata segala yang ada ini hanya semu belaka. Yang ada cuma DIA. Kita tidak ada. Kita hanya bayangan dari Dzat Tunggal, Allah Azza wajalla.
3. Menyatukan diri dalam harmoni alam semesta. Merasakan keselarasan sumatullah dan eksistensiNya. Itulah saat-saat kita bisa merasakan kehadiran Allah dalam kesadaran kita.
4. Melebur dalam realitas. Melatih kepahaman dan rasa, bahwa segala realitas ini adalah DIA. Karena itu jangan mengambil jarak dari realitas. Justru harus mencebur dan melebur. Menyatu kan diri dengan Eksistensi Allah di alam semesta dan kehidupan sekitar. Salah besar kalau ada orang yang beranggapan bahwa cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menyepi. Bukan! Allah justru hadir di keseharian kita. IA hadir di pendengaran kita. IA hadir di penglihatan kita. IA hadir di ucapan-ucapan kita. IA hadir di denyut jantung, nafas, pencernaan, metabolisme, dan seluruh aktifitas kehidupan kita. la hadir di seluruh kesibukan alam sementa. Karena DIAlah memang yang mengendalikan seluruhnya. Dialah Tuhannya alam semesta. Dan setiap saat, DIA selalu dalam kesibukan untuk mengendalikannya.
QS. Ar Rahman (55) : 29
Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
Ketika kita sudah bisa merasakan KESADARAN TAUHID lewat DZIKIR TAUHID, maka Allah selalu hadir dalam kehidupan kita. Tak pernah terpisah lagi. 24 jam sehari semalam, selalu bersamaNya. Apa pun yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami adalah semata-mata DIA yang berada di baliknya.
Burung beterbangan mengingatkan kita kepada Allah. Gunung gemunung nan indah mengingatkan kepada Allah. Bintang gemintang mengingatkan kepada Allah. Burai cahaya matahari pun selalu mengingatkan kepada Allah. Bahkan gemuruh hujan dan petir yang sahut menyahut, juga mengingatkan kepada Allah. Karena pada hakikat mereka semua sedang berdzikir dan bertasbih kepadaNya.
QS. An Nuur (24) : 41
Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Bahkan digambarkan nabi Daud bisa melakukan DZIKIR TAUHID bersama gunung dan burung-burung.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 79
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.
Digambarkan juga nabi Ibrahim yang berdzikir dan bertafakur bersama bintang dan benda-benda langit, sampai beliau merasakan Kesadaran Tauhid yang mendalam tentang Eksistensi Allah.
QS. Al An'am (6) : 75
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkamya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.
Puncak 'Kesadaran Tauhid' dicapai oleh Nabi Muhammad saw, pada saat Isra' Mi'raj. Kedekatannya dengan Allah, dan kemuliaan budi pekerti beliau telah mengantarkannya mencapai puncak langit. Sangat dekat dengan Arsy Allah. Di sanalah Rasulullah saw diperlihatkan rahasia yang belum pernah diperlihatkan kepada manusia dan para rasul sebelumnya.
QS. An Najm (53) : 14-18
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatamya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Jadi, orang yang telah mencapai KESADARAN TAUHID akan memperoleh informasi yang tidak pernah diketahui oleh orang lain sebelumnya, karena ia telah berada sangat dekat dengan Sumber Utamanya. Itu pula yang dialami oleh nabi Muhammad saw. Selain pernah mencapai Sidratul Muntaha, Rasulullah juga memiliki pengetahuan yang mendalam tentang berbagai hal ghaib.
At Takwir (81) : 24
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.
Bahkan kedekatamya dengan Allah demikian intensnya sehingga digambarkan bisa 'melihat' Arsy Allah dan para malaikat yang sedang berkeliling di sekitarnya.
QS. Az Zumar (39) : 75
Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling 'Arsy bertasbih memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Di ayat berikut ini, bahkan Allah menyuruh manusia untuk bertanya tentang DIA kepada beliau, karena beliau sangat paham tentang siapa dan bagaimana Allah.
QS. Al Furqaan (25) : 59
Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
Begitulah gambaran, seseorang yang telah mencapai kesadaran Tauhid yang sangat tinggi. Inilah yang ingin kita teladani. Meskipun, boleh jadi tingkatan kita akan jauh di bawahnya.
Namun, karena kita kini bisa mengukur kualitas kekhusyukan dengan kamera Aura, maka kita akan bisa berlatih secara lebih terarah dalam mencapai tingkat keimanan yang lebih baik.
Ditinjau dari auranya, orang yang telah memiliki Kesadaran Tauhid tinggi akan memancarkan warna keputih-putihan meskipun tidak sedang dalam kondisi Dzikir Dasar. Dia tidak kelihatan seperti orang yang berdzikir, tetapi kualitas auranya seperti orang yang sedang intens berdzikir.
Kenapa bisa demikian? Karena sebenarnya, dalam kondisi apa pun orang tersebut senantiasa berdzikir di 'dalam hatinya'. Sambil bekerja ia berdzikir. Sambil makan ia berdzikir. Bahkan sambil tidur pun ia selalu berdzikir.
Maka, orang yang seperti ini, alam bawah sadarnya akan terisi oleh kalimat-kalimat dzikir itu. Dan, Allah bakal selalu hadir di dalam seluruh hidupnya. Ketika terjaga maupun tidurnya. Di alam sadar, maupun bawah sadarnya...
QS. Al A'raaf (7) : 205
Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai...
QS. Al Hadiid (57) : 4
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
eorang muslim juga harus pandai dan berilmu pengetahuan tinggi, agar kita tidak terus menerus dibodohi seperti sekarang. Agar bisa membangun pusat-pusat penelitian yang mengantarkan kita bisa memahami ayat-ayat Allah di alam semesta dan lingkungan hidup kita. Yang akan menambah kedekatan kita kepada Allah.
Seorang muslim juga harus berusaha menjadi penguasa, agar potensi umat islam ini bisa dikelola secara baik. Hidup damai sejahtera dalam negeriyang dirahmati dan diridloi oleh Allah. Kalau negeri ini dikendalikan oleh orang-orang yang tidak peduli pada Islam, maka kehidupan umat Islam akan sangat memprihatinkan. Sebagaimana terlihat di berbagai belahan dunia, dimana umat Islam minoritas.
Pokoknya umat Islam harus maju dalam segala bidang. Dunia harus berada dalam genggaman kita. Bukannya malah tersingkir dari kenikmatan dunia. Padahal dunia dan segala isinya ini diciptakan oleh Allah untuk kita. Tapi malah kita cuekin, sungguh kita berdosa kepada Allah. Kita melecehkan Allah yang telah membuat semua ini untuk kebahagiaan manusia...
QS. Al Baqarah (2) : 29
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
QS. Al Mukmin (40) : 79
Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiamya untuk kamu makan.
QS. Ibrahim (4) : 32
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
QS. An Nahl (16) : 14
Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karuniaNya, dan supaya kamu bersyukur.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang bercerita tentang betapa Allah telah menciptakan segala yang ada ini untuk kebahagian manusia. Tidak ada ayat yang melarang kita menikmatinya. Yang dilarang itu adalah hidup bermewah-mewahan dan bermegah-megahan, sehingga lupa dari mengingat Allah.
QS. Al Waaqi'ah (56) : 45-46
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa yang besar.
QS. At Takatsur (102) : 1-2
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Jadi, prinsip dasarnya adalah kembali kepada 'mengingat' Allah. Berdzikir kepada Allah. Mengorientasikan segala aktifitas hanya kepada Allah. Jangan lalai. Nanti, tahu-tahu mati. Masuk liang kubur. Tanpa persiapan apa pun untuk kehidupan akhirat.
Maka, lakukanlah Dzikir Tauhid. Berdzikir hanya untuk meng-ESA-kan Allah. Men-TAUHID-kan Sang Maha Perkasa. Dalam segala aktifitas kita. Di seluruh waktu yang kita lalui. Di segala tempat yang kita singgahi. Dalam kondisi apa pun yang kita alami, suka dan duka...
Tak ada lagi waktu yang memisahkan antara kita dan DIA. Waktu boleh mengikat jasmani kita untuk menjadi semakin tua. Tetapi hati dan jiwa kita tidak pernah lepas dari sang Penguasa Waktu. Bertasbihlah mengagungkan Kebesarannya di waktu pagi dan petang hari.
QS. Al Fath (48) : 9
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Demikian pula, tidak ada ruang yang bisa memisahkan kita dengan Allah. Dia begitu dekatnya dengan kita. Bahkan lebih dekat dari diri kita sendiri. la telah meliputi kita setiap saat, setiap waktu. Dan, dimana pun kita berada. Kemana pun kita menghadap, di situlah kita sedang berhadapan dengan wajah Allah.
QS. Al Baqarah (2) : 15
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Yang tersisa, tinggallah kesadaran kita. Bisakah kita mempertahankan kesadaran untuk ingat dan berdzikir kepada Allah dalam seluruh ruang dan waktu yang kita lalui. Janganlah kita menjadi makhluk yang memiliki kesadaran lebih rendah dari binatang, karena lalai mengingat Allah.
QS. Al A'raaf (7) : 179
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakamya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakamya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakamya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Sekali lagi, inilah inti kepahaman dari praktek Dzikir Tauhid. Sejak bangun tidur sampai tidur kembali kita berdzikir kepada Allah. Beristighfar, mohon ampunan, bertasbih memuji Kebesaran dan Keagungan Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang kita rasakan, bertakbir untuk mengecilkan diri di hadapamya, dan akhirnya melenyapkan diri dan ego kita terhadap EGO Allah dalam segala aktifitas yang kita jalani...
Bukan hal yang mudah untuk memahamkan 'DZIKIR TAUHID' ini kepada pembaca dalam waktu yang singkat. Karena itu, saya menyertai Diskusi ini dengan 'Kegiatan Pelatihan' agar bisa memberikan kepahaman yang tuntas, sekaligus mempraktekkan isinya. Tujuan utamanya adalah untuk mencapai KESADARAN TAUHID yang pernah kita bahas.
Untuk itu kita akan berlatih mengikuti tahapan-tahapan berikut:
1. Merasakan keberadaan diri kita dan alam semesta secara holistik. Karena, dengan menyadari keberadaan itulah kita akan mengenal dan merasakan kehadiran Sang Pencipta.
2. Meniadakan diri. Karena, ternyata segala yang ada ini hanya semu belaka. Yang ada cuma DIA. Kita tidak ada. Kita hanya bayangan dari Dzat Tunggal, Allah Azza wajalla.
3. Menyatukan diri dalam harmoni alam semesta. Merasakan keselarasan sumatullah dan eksistensiNya. Itulah saat-saat kita bisa merasakan kehadiran Allah dalam kesadaran kita.
4. Melebur dalam realitas. Melatih kepahaman dan rasa, bahwa segala realitas ini adalah DIA. Karena itu jangan mengambil jarak dari realitas. Justru harus mencebur dan melebur. Menyatu kan diri dengan Eksistensi Allah di alam semesta dan kehidupan sekitar. Salah besar kalau ada orang yang beranggapan bahwa cara mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan menyepi. Bukan! Allah justru hadir di keseharian kita. IA hadir di pendengaran kita. IA hadir di penglihatan kita. IA hadir di ucapan-ucapan kita. IA hadir di denyut jantung, nafas, pencernaan, metabolisme, dan seluruh aktifitas kehidupan kita. la hadir di seluruh kesibukan alam sementa. Karena DIAlah memang yang mengendalikan seluruhnya. Dialah Tuhannya alam semesta. Dan setiap saat, DIA selalu dalam kesibukan untuk mengendalikannya.
QS. Ar Rahman (55) : 29
Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
Ketika kita sudah bisa merasakan KESADARAN TAUHID lewat DZIKIR TAUHID, maka Allah selalu hadir dalam kehidupan kita. Tak pernah terpisah lagi. 24 jam sehari semalam, selalu bersamaNya. Apa pun yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami adalah semata-mata DIA yang berada di baliknya.
Burung beterbangan mengingatkan kita kepada Allah. Gunung gemunung nan indah mengingatkan kepada Allah. Bintang gemintang mengingatkan kepada Allah. Burai cahaya matahari pun selalu mengingatkan kepada Allah. Bahkan gemuruh hujan dan petir yang sahut menyahut, juga mengingatkan kepada Allah. Karena pada hakikat mereka semua sedang berdzikir dan bertasbih kepadaNya.
QS. An Nuur (24) : 41
Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Bahkan digambarkan nabi Daud bisa melakukan DZIKIR TAUHID bersama gunung dan burung-burung.
QS. Al Anbiyaa' (21) : 79
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.
Digambarkan juga nabi Ibrahim yang berdzikir dan bertafakur bersama bintang dan benda-benda langit, sampai beliau merasakan Kesadaran Tauhid yang mendalam tentang Eksistensi Allah.
QS. Al An'am (6) : 75
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkamya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.
Puncak 'Kesadaran Tauhid' dicapai oleh Nabi Muhammad saw, pada saat Isra' Mi'raj. Kedekatannya dengan Allah, dan kemuliaan budi pekerti beliau telah mengantarkannya mencapai puncak langit. Sangat dekat dengan Arsy Allah. Di sanalah Rasulullah saw diperlihatkan rahasia yang belum pernah diperlihatkan kepada manusia dan para rasul sebelumnya.
QS. An Najm (53) : 14-18
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatamya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Jadi, orang yang telah mencapai KESADARAN TAUHID akan memperoleh informasi yang tidak pernah diketahui oleh orang lain sebelumnya, karena ia telah berada sangat dekat dengan Sumber Utamanya. Itu pula yang dialami oleh nabi Muhammad saw. Selain pernah mencapai Sidratul Muntaha, Rasulullah juga memiliki pengetahuan yang mendalam tentang berbagai hal ghaib.
At Takwir (81) : 24
Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang ghaib.
Bahkan kedekatamya dengan Allah demikian intensnya sehingga digambarkan bisa 'melihat' Arsy Allah dan para malaikat yang sedang berkeliling di sekitarnya.
QS. Az Zumar (39) : 75
Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling 'Arsy bertasbih memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Di ayat berikut ini, bahkan Allah menyuruh manusia untuk bertanya tentang DIA kepada beliau, karena beliau sangat paham tentang siapa dan bagaimana Allah.
QS. Al Furqaan (25) : 59
Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
Begitulah gambaran, seseorang yang telah mencapai kesadaran Tauhid yang sangat tinggi. Inilah yang ingin kita teladani. Meskipun, boleh jadi tingkatan kita akan jauh di bawahnya.
Namun, karena kita kini bisa mengukur kualitas kekhusyukan dengan kamera Aura, maka kita akan bisa berlatih secara lebih terarah dalam mencapai tingkat keimanan yang lebih baik.
Ditinjau dari auranya, orang yang telah memiliki Kesadaran Tauhid tinggi akan memancarkan warna keputih-putihan meskipun tidak sedang dalam kondisi Dzikir Dasar. Dia tidak kelihatan seperti orang yang berdzikir, tetapi kualitas auranya seperti orang yang sedang intens berdzikir.
Kenapa bisa demikian? Karena sebenarnya, dalam kondisi apa pun orang tersebut senantiasa berdzikir di 'dalam hatinya'. Sambil bekerja ia berdzikir. Sambil makan ia berdzikir. Bahkan sambil tidur pun ia selalu berdzikir.
Maka, orang yang seperti ini, alam bawah sadarnya akan terisi oleh kalimat-kalimat dzikir itu. Dan, Allah bakal selalu hadir di dalam seluruh hidupnya. Ketika terjaga maupun tidurnya. Di alam sadar, maupun bawah sadarnya...
QS. Al A'raaf (7) : 205
Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai...
QS. Al Hadiid (57) : 4
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Sabtu, 04 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar