Salah seorang sahabat Rasulullah SAW, Abu Sa’id al Khudzri pernah bercerita tentang keluarga Fatimah Az Zahra r.a.
Pada suatu hari Ali Bin Abu Thalib r.a bertanya kepada istrinya, Fatimah :”Apakah ada makanan untuk kita hari ini?”.
Fatimah, putri kesayangan Rasulullah SAW menjawab :” Aku sendiri sudah dua hari ini tidak makan sesautu. Aku sedih memikirkan Hassan dan Hussein anak-anak kita”
“Mengapa engkau diam saja dan tidak memberitahu aku, supaya aku bisa berusaha mencari rezeki”, kata Imam Ali karamallahu wajhah.
“Sungguh Aku malu pada Allah”, jawab Fatimah r.a.
“Aku tidak mau membebanimu dengan sesuatu yang tidak dapat engkau pikul wahai suamiku”, lanjut Fatimah dengan suara yang lemah lembut.
Mendengar ucapan istrinya tersebut Imam Ali segera keluar rumahnya dengan penuh rasa haru. Kemudian Ali pergi menuju rumah sahabatnya. Ia meminjam uang satu dinar. Ia bermaksud membeli makanan buat keluarganya yang ia cintai. Kemudian Imam Ali pergi menuju pasar untu berbelanja. Akan tetapi pada saat ia hendak membayar makanan yang dibelinya, ia melihat Miqdad, sahabatnya yang menatapnya dengan memelas. Setelah memanggilnya Imam Ali bertanya perihal sahabatnya Miqdad. Baru setelah didesak berkali-kali ia menceriterakan penderitaan keluarganya yang juga belum makan dan ia tidak tega melihat anak-anaknya menangis minta makan.
“Wahai Miqdad sahabatku, demi Allah, apa yang menyusahkanmu sama dengan apa yang menyusahkanku. Aku-pun baru meminjam satu dinar buat makanan keluargaku. Tetapi ambillah uang ini. Engkau lebih membutuhkannya ketimbang aku”.
Imam Ali kemudian pergi ke Masjid untuk menunaikan shalat Dzuhur bersama Rasulullah SAW. Usai shalat dan berdzikir bersama Rasulullah, alangkah terkejutnya Imam Ali, ketika Rasulullah SAW mertuanya mengajaknya pulang karena ia ingin makan siang bersama di kediaman Imam Ali dan putri kesayangannya Fatimah Az Zahra.
Imam Ali tak dapat menolak dan berkata-kata, ia hanya berpikir, apa kira-kira yang hendak dimakan bersama Rasulullah setibanya di rumahnya nanti ?. Namun ia tetap dengan setia mengiringi Nabi SAW pergi ke rumahnya. Setelah sampai di rumahnya ia terkejut kala mencium aroma sedap dari makanan lezat yang telah tersedia. Ketika Imam Ali kw kebingungan memikirkan asal muasal makanan tersebut, Rasulullah berkata :” Wahai Ali, makanan di meja ini adalah pemberian Allah, sebagai balasan atas satu dinar yang telah engkau berikan pada Miqdad sahabatmu”.
Ali tertegun sejenak dan ia teringat akan Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 276 :” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”
“Apabila daganganmu merugi, kata” Ali Bin Abu Thalib r.a “, maka berdaganglah dengan Allah melalui sedekahmu”. (Biharul Anwar)
Allahumma shali ala Muhammad wa ala ali Muhammad
----------------------------------------------------------------------
Hikmah dibalik kisah
Sahabat Rahimakumullah,
Menarik judul kisah di atas, yaitu berdagang dengan Allah. Mengapa disebut berdagang, barangkali karena Allah menjanjikan akan memberikan keuntungan yang besar buat kita yang berinfaq di jalan Allah. Syukur Alhamdulliah, sekecil apapun harta yang anda nafkahkan, asalkan ikhlas dan hanya ditujukan kepada Allah, insya Allah balasan-Nya jauh berlipat. Sudah jelas dalam Al Qur’an bahwa menafkahkan sebagian harta, membelanjakan atau memberikan pinjaman yang baik kepada Allah Swt sama sekali tidak akan mengurangi apapun dari diri kita. Malah akan semakin bertambah sampai dengan 700 kali lipat dan Allah akan mengampuni kita.
Dan itu semua adalah janji Allah kepada kita sebagai umat muslim seperti dalam surat-surat berikut:
Al Baqarah (2) :245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Al Baqarah (2) :261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Al Hadid (57) :11. Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak,
Sedemikian itu janji Allah kepada kita, sedemikian jelas petunjuk Allah kepada kita, meski sudah membaca beribu kali ayat –ayat itu, namun kita sebagai manusia biasa pastinya tidak luput dari emosi, nafsu dan kedangkalan logika manusia. Sehingga sebagian besar dari kita akan berhitung lebih cermat besaran nilai perdagangan kita dengan Allah SWT dan menghitung besarnya pinjaman yang baik untuk Allah. Padahal Allah SWT sudah jelas-jelas menegaskan bahwa akan melipatgandakan pinjaman itu. Di sinilah barangkali iman kita benar-benar diuji.
Kisah Imam Ali kw di atas yang berinfaq sebesar satu dirham meski ia sendiri sedang membutuhkan dan langsung dibalas dengan sajian dari Allah SWT. Tentu saja tidak semua orang mampu melakukannya. Kebanyakan dari kita barangkali akan mengutamakan kebutuhan keluarga kita sendiri dibanding kebutuhan teman atau saudara kita. Semoga kisah inspiratif di atas lebih menginspirasi kita untuk senantiasa berinfaq dalam kondisi berlebihan maupun sedang kekurangan.
Untuk sahabatku pedagang yang sedang merugi, untuk sahabatku yang saat ini dilanda kesulitan, untuk anak atau keluarga kita yang sedang sakit, untuk karir kita yang barangkali mentok, untuk sahabat yang sampai saat ini belum menemukan jodohnya, untuk sahabat yang belum makmur/kaya, untuk sahabatku yang belum menunaikan ibadah haji. Mari kitaberdagang dengan Allah SWT dan memenuhi tantangan dari Imam Ali sebagaimana dikutip di akhir kisah di atas,
“Apabila daganganmu merugi, kata” Ali Bin Abu Thalib r.a “, maka berdaganglah dengan Allah melalui sedekahmu”.
Yakinlah, bahwa Allah SWT pasti akan membalas sedekah kita dengan balasan yang berlipat-lipat, tidak selalu dalam bentuk uang tentunya, boleh jadi dalam bentuk kesehatan, kesembuhan, kebahagiaan, umur yang panjang, keluarga sakinah, anak yang shaleh, karir yang meningkat, enteng jodoh, ongkos naik haji dan lain-lain. Di samping ampunan dosa-dosa kita tentunya. Wallahualam bissawab
Lebak Bulus, 5 Juli 2009 jam 20.45 WIB
Semoga Bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono (IPH)
Jumat, 24 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Subhanallah, ijin share yaa...jazaakallahu khoiron & salam ukhuwah :)
BalasHapus