Jumat, 24 Juli 2009

Kisah Inspiratif : Solawat bagi Nenek tua pemungut daun cempaka

Dahulu di sebuah kota kecil di pulau Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Setiap hari ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh, usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Dzuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya daun yang jatuh di halaman masjid. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi sekujur tubuhnya.

Lama kelamaan banyak jama’ah masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat dzhuhur, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya".

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang Kyai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kyai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, pak Kyai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu solawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan solawat kepadanya".

Kisah ini saya dengar dari Kyai Madura, D. Zawawi Imran, membuat bulu kuduk saya merinding. Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah SWT SWT. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur : Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah SWT. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasululloh SAW ?.

Allahumma shali ala Muhammad wa ala ali Muhammad.

Dikutip dari buku “Rindu Rasul; Meraih Cinta Ilahi Melalui Syafaat Nabi”, karya KH. Jalaluddin Rakhmat yang diterbitkan oleh penerbit Rosda, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar