Sabtu, 25 Juli 2009

MENDIDIK ANAK ALA RASULULLAH SAW

Mendidik anak bagi Nabi Muhammad Saw. adalah menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan kepadanya, sehingga tidak heran bila beliau sangat menghormati anak-cucunya.

Pakar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal. Kita dalam hal ini berada dalam lingkaran setan, anak didik tidak berkualitas ternyata karena gurunya yang kurang bermutu, akhirnya pendidikannya gagal. Memang salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik, yang sebelumnya perlu dididik pula. Sebenarnya kalau melihat ke sejarah Nabi Muhammad saw, problema ini baru terselesaikan karena Allah Swt. turun tangan.

Anak didik pada umumnya dibentuk oleh empat faktor sbb :
Pertama, ayah yang berperan utama dalam membentuk kepribadian anak. Bahkan, dalam Al-Quran hampir semua ayat yang berbicara tentang pendidikan anak, yang berperan adalah ayah.
Kedua, yang membentuk kepribadiannya yang juga dominan adalah ibu;
ketiga, apa yang dibacanya (ilmu) baik yang dia peroleh di rumah maupun di luar rumah; dan
keempat, lingkungan. Kalau ini baik, anak bisa baik, juga sebaliknya kalau lingkungan sekitarnya buruk, maka akan buruk anak kita. Begitu pula baik-buruk kadar mutu / kualitas pendidikan kita.

Empat faktor ini belum tentu semuanya dapat terwujud.

Ketika Allah SWT. menetapkan bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, maka yang membentuk kepribadiannya adalah Allah Swt. Sejak kecil Rasulullah ditakdirkan yatim piatu, karena agar Allah mendidik langsung Rasulullah Muhammad SAW. Sebab, bila diserahkan kepada masyarakat atau keluarga, maka ia tidak mungkin akan sempurna, bisa jadi didikannya keliru.

Dalam hal ini, Allah SWT langsung yang melakukan, sedangkan masyarakat atau keluarga diberi peranan yang sangat sedikit. Itu sebabnya ketika telah selesai peranan Abdullah ayahanda Rasulullah, maka dia diambil-Nya meninggal dunia. Ini karena Allah SWT tidak mau beliau dididik oleh bapaknya. Begitu lahir dibawa ke desa dan ketika usia remaja beliau baru ketemu ibunya. Namun, ibunya pun tidak lama kemudian diambil-Nya. Selain itu, beliau lahir di satu lingkungan dengan gaya hidup yang terbelakang, bahkan hampir tidak tersentuh oleh peradaban (jahiliyah) . Padahal, waktu itu Mesir, Persia, Cina, Romawi dan India semunya sudah maju. Dalam hal ini, Allah SWT. ingin mendidik langsung beliau untuk menjadi pendidik, yakni figur yang diteladani bagaimana seharusnya mendidik. Itu sebabnya beliau bersabda, :"Addabanî Rabbî fa Ahsana Ta'dîbi", artinya ("Yang mendidik saya itu adalah Tuhan"). Juga, "Bu'itstu Mu'alliman", artinya ("Saya diutus-Nya menjadi pengajar, pendidik").

Mari Kita ambil beberapa inti dari kisah hidup Rasulullah SAW. Beliau bersabda, "Bila ingin anak yang membawa namamu itu tumbuh berkembang dengan baik, maka pilih-pilihlah tempat kamu meletakkan spermamu, karena gen itu menurun".

Jadi, sebelum anak lahir kita harus memilih hal yang baik, karena gen ini mempengaruhi keturunan. Pakar pendidikan mengakui bahwa ada faktor genetik dan pendidikan. Walaupun mereka berbeda pendapat yang mana lebih dominan, namun yang jelas keduanya punya pengaruh. Penulis pribadi cenderung berpendapat yang lebih dominan itu sebenarnya pada pendidikan, bukan sperma (gen). Sebagai analogi, bila kita lagi sumpek, maka apapun yang kita lakukan dan apapun yang kita makan bisa tidak enak.

Di sini ada pengaruh dari emosi dan sikap pada saat membuat suatu masakan. Jadi, bila ingin anak yang baik, maka harus ditanamkan perasaan yang enak, harmonis, dan penuh keagamaan sewaktu memproduksinya. Ini berpengaruh kepada jabang bayi. Ketika membuatnya dalam situasi ketakutan, maka anaknya pun akan menjadi penakut. Anak yang lahir di luar nikah itu berbeda dengan anak yang lahir dari hubungan yang sah. Karena semua orang sadar dalam hati bahwa perzinahan itu buruk, maka hal ini nantinya dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologi sang anak. Karena itu pula, Nabi SAW. memerintahkan kepada kita untuk memilih tempat yang baik saat menanamkan sperma kita melalui pernikahan yang sah dan dianjurkan sebelum melakukannya (hubungan suami-istri) untuk membaca doa dan tidak dihantui rasa takut atau cemas yang secara psikologis akan berpengaruh pada kualitas sperma dan ovum yang dihasilkan.

Di dalam Al-Quran diterangkan, Nisâukum hartsun lakum (Isteri kamu adalah ladang buatmu). Di sini Al-Quran mengumpamakan suami sebagai "petani" dan isteri sebagai "ladang". Kalau petani menanam tomat, apakah apel yang tumbuh? Siapa yang salah, bila si suami menghendaki anak laki-laki namun yang lahir perempuan, petani atau ladangnya? Tentu kesalahan petani. Setelah ditanam, semestinya benih itu dipelihara. Bila ada hama, maka perlu dipupuk, disirami, dan dipelihara dengan baik. Setelah ada hasilnya, maka perlu dicuci dulu bila ingin dimakan. Dan bila ingin dijual, juga dibersihkan dulu dan dikemas sedemikian rupa agar dapat bermanfaat dan memiliki added value.

Ini sebenarnya pelajaran dalam Al-Quran. Agar buah yang lahir dari kehidupan suami-isteri ini bisa membawa manfaat sebanyak mungkin, maka harus memperhatikan sang isteri (ibu). Dari sini, sekian banyak anjuran untuk memberikan makanan yang bergizi bagi seorang ibu. Di masa Nabi Saw, buah yang paling banyak adalah kurma. Kurma itu memiliki vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Nabi Saw. berkata, "Isteri-isteri kamu yang sedang hamil, maka berilah ia kurma agar supaya anaknya lahir sehat dan gagah".

Hal di atas menunjukkan bahwa jauh sebelum anak dilahirkan, ternyata Islam telah memiliki landasan dan tempat berpijak. Lalu, apa yang perlu diperankan orang tua sekarang?

Pertama, satu hal yang perlu digarisbawahi, begitu seorang anak lahir, Islam mengajarkan untuk segera diadzankan di telinga sang bayi. Walaupun anak itu belum mendengar dan melihat secara, tapi ini memiliki makna psiko-keagamaan pada pertumbuhan jiwanya. Anak yang baru beberapa hari lahir, kalau ia ketawa, anda jangan menduga bahwa ia ketawa karena anda atau dengan ibunya, tapi karena ia merasakan kehadiran seseorang. Para pakar mengatakan demikian, karena ada orang yang lahir buta tetap tersenyum saat ibu mendekatinya. Jadi, seorang bayi memiliki rasa pada saat mendengar adzan, juga memiliki jiwa yang bisa berhubungan dengan sekelilingnya. Karena itu, adzan menjadi kalimat pertama yang diucapkan kepadanya. Dan, karena saat membacakan adzan seorang muadzin berhubungan dengan Tuhan, maka inilah yang memberikan dampak bagi perkembangan anak ke depan.

Kedua, sampai umur tujuh hari, kelahiran anak perlu disyukuri melalui 'aqiqah, yaitu dengan menyembelih kambing. Kalau begitu, jangan sampai terbetik dalam pikiran ibu/bapak merasa tidak mau atau tidak membutuhkannya, karena saat itu sang anak sudah punya perasaan dan harus disambut dengan penuh syukur ('aqiqah). Misalnya, ada orang yang mengharapkan anaknya laki-laki, namun kemudian ternyata lahir anak perempuan, akhirnya ia kecewa serta tidak menerima dan menyukurinya. Semestinya perlu disyukuri, baik anak kita laki-laki maupun perempuan.

Ketiga, setelah 'aqiqah, sang anak baru diberi nama yang terbaik karena dalam hadis disebutkan, "Di hari kemudian nanti orang-orang itu akan dipanggil dengan namanya". Dalam hadis lain dijelaskan, "Nama itu adalah doa dan nama itu bisa membawa pada sifat anak kemudian". Jadi, pilihlah nama yang baik untuknya. Bila anak kita laki-laki lebih dari satu, Rasulullah SAW menganjurkan salah satunya kita beri nama Muhammad atau Ahmad.

Nama itu adalah sebuah doa yang menyandangnya. Ada ilustrasi, sebelum perang Badar (2 H.). berkecamuk, ada duel perorangan antara kaum muslim dan musyrik. Ali, Hamzah, dan 'Ubaidah dari pihak kaum muslim, sedangkan dari pihak kaum musyrik yaitu 'Utbah, Al-Walid dan Syaibah. Ali (yang tinggi) melawan Utbah (orang yang kecil). Hamzah (singa) berhadapan dengan Syaibah (orang tua). Al-Walid (anak kecil) berhadapan dengan 'Ubaidah (hamba yang masih kecil). Bisa dibayangkan, bagaimana kalau orang yang tinggi besar berhadapan dengan anak kecil atau orang yang dijuluki "singa" dengan orang tua, siapa yang menang? Yang terjadi, Ali dan Hamzah berhasil membunuh lawan-lawannya, sedangkan Ubaidah dan al-Walid tidak ada yang terbunuh hanya keduanya terluka dalam peperangan tersebut.

Rasulullah . dipilihkan oleh Allah semua nama yang baik dan sesuai, karena ia adalah doa bagi yang menyandangnya. Misal, Nabi memiliki ibu bernama Aminah (yang memberi rasa aman) dan ayahnya Abdullah (hamba Allah). Yang membantu melahirkan Nabi namanya As-Syaffa (yang memberikan kesehatan dan kesempurnaan). Yang menyusuinya adalah Halimah (perempuan yang lapang dada), jadi Nabi SAW dibesarkan oleh kelapangan dada. Anjuran untuk memilih nama yang mengandung doa juga dimaksudkan agar jangan sampai menimbulkan rasa rendah diri pada sang anak.

Keempat, mendidik anak bagi Nabi Saw. adalah menumbuhkembangkan kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan kepadanya, sehingga beliau sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak kecil ia sudah memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang menjadikannya merasa terhina.

Allah SWT merahmati seseorang yang membantu anaknya untuk berbakti kepada orang tuanya. Nabi Saw. pernah ditanya, "YA Rasul, Bagaimana seseorang membantu anaknya supaya ia berbakti?", Nabi SAW bersabda: "Janganlah ia dibebani (hal) yang melebihi kemampuannya, memakinya, menakut-nakutinya, dan menghinanya".

Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh Nabi dan anak itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan kasar. Nabi kemudian bersabda, "Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air, tetapi hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan". Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi berkata, "Jangan, biarkan ia kencing hingga ia selesai". Dari hal ini, muncul ketentuan, bila anak laki-laki kencing cukup dibasuh, sedangkan bila anak perempuan dicuci dengan sabun. Riwayat tadi memberi pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi jiwanya sampai kelak ia dewasa.

Namun sisi lain, ada satu hal di mana Nabi SAW sangat hati-hati dalam persoalan anak. Ketika Nabi SAW sedang berada di masjid, ada orang yang mengirim beliau kurma, kemudian cucunya (Imam Hasan) datang dan naluri anak-anak, Imam Hasan mengambil sebuah kurma lalu langsung memakannya. Nabi bertanya kepada Fatimah ibunya, "Cucuku tadi mengambil kurma dari mana?" Sampai akhirnya, dipanggilnya Saidina Hasan dengan penuh kasih sayang dan diambil kembali kurma dari mulutnya. Ini maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan sesuatu yang haram, walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya, karena itu akan memberikan pengaruh kepadanya kelak ia besar.

Ada kisah dari pengalaman seorang ibu yang pendidikannya hanya sampai SD dan memiliki 13 anak, tetapi semuanya ternyata bisa berhasil sekolahnya dan semuanya Sarjana. Suatu ketika, ada orang yang bertanya kepada si ibu itu, "Doa apa yang dipakai ibu sehingga semuanya berhasil?" Jawabnya, "Saya dan suami saya tidak banyak berdoa secara khusus. Akan tetapii, bila anak saya bersalah atau saya tidak senang perbuatannya, saya selalu berkata, " Nak apa yang kamu lakukan salah, mudah-mudahan Allah SWT memberimu petunjuk". Jadi, anak ini tidak dimaki, dikutuk, atau dimarahi. Dan, kami kedua orang tuanya tidak pernah memberi makan mereka dengan makanan yang haram". Itulah kunci bagi kami mendidik anak. Wallâhu a’lam bissawab.

Semoga kita bisa mengambil suri tauladan dari Baginda Rasullullah SAW bagaimana beliau mendidik anak dan cucunya, dan Semoga anak kita menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Amiin

Sumber :
Disunting dari Ceramah M. Quraish Shihab pada Peringatan Mauid Nabi Saw disekolah Cikal, tahun 2005.

Semoga Bermanfaat,
Wassalamualaikum wr.wb
Imam Pujik Hartono (IPH)

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus